IPOL.ID – Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta, Perusahaan Umum Daerah Pengelolaan Air Limbah Jaya (Perumda Paljaya) disebut-sebut menjadi BUMD paling sehat setelah Bank DKI. Pasalnya, PAL Jaya tidak terkena imbas pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu.
“Kalau PALJAYA justru bagus, PAM baru mau pulih. (BUMD sehat lainnya), Bank DKI. PAL itu ternyata diam-diam (bagus), karena dia pas Covid sendiri tetap saja gak terkena imbas yang signifikan. termasuk stabil,” ujar Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta, Ismail, Selasa (7/2/2023).
Diakuinya, Komisi B DPRD DKI Jakarta terus mendorong BUMD di Jakarta untuk berkinerja baik. Setiap BUMD diminta untuk mencari terobosan agar mereka tidak melulu mengharapkan penanaman modal daerah (PMD).
“Kayak JakPro terus (kita Genjot), Transjakarta juga. Tapi kita masih menyoroti layanan mereka yang optimal dulu ya. Sementara pendapatan non fare box nya (pendapatan non tiket), kita baru sarankan untuk dioptimalkan tapi belum kita evaluasilah potensi pendapatannya karena secara pelayanan aja masih banyak PR mereka itu,” kata Ismail.
Sebelumnya, Direktur Teknis Perumda Paljaya, Asri mengakui PAL Jaya baru mengolah limbah domestik dari sekitar 2.000 lebih rumah tangga dan 700 ribu lebih gedung bertingkat di wilayah lima kecamatan di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Jumlah ini equivalent dengan sekitar 2,4 juta jiwa.
Kelima kecamatan dimaksud adalah Kecamatan Setiabudi, Tebet, Senayan, Kebayoran Baru, dan sebagian wilayah Bendungan Hilir (Benhill).
Layanan itu diberikan melalui jaringan pipa yang panjangnya mencapai sekitar 117,9 kilometer yang ditanam di dalam tanah.
Kelima wilayah itu masuk dalam Zona 0 dari 15 zona pengolahan limbah domestik di DKI Jakarta, dan dilayani oleh dua instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang berlokasi di IPAL MBBR Setiabudi dan IPAL Krukut.
Melalui jaringan pipa yang luar biasa panjang itu, limbah domestik dari rumah tangga dan gedung-gedung bertingkat dialirkan ke kedua IPAL tersebut untuk diolah menjadi air baku yang kemudian dialirkan ke badan air atau kali/sungai.
Kapasitas pengolahan IPAL di Krukut sebesar 100 liter/detik atau setara dengan 8.600 m3/hari, sedang IPAL di Setiabudi berkapasitas 250 liter/detik atau setara dengan 20.000-21.000 m3/hari.
“Dengan proses ini, lingkungan juga menjadi sehat, karena air yang mengalir ke badan air adalah air yang sudah bebas dari limbah domestik dan memenuhi standar baku mutu,” kata Asri.
Meski demikian diakui kalau masih ada beberapa kendala yang dihadapi Perumda Paljaya dalam menjalankan fungsi sosial dan fungsi komersilnya sebagai BUMD milik Pemprov DKI Jakarta, meskipun melalui Perda 5 Tahun 2021 tentang Perusahaan Umum Daerah Pengelolaan Air Limbah, Paljaya diberi tugas baru, yakni mengolah limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun).
Pasalnya, Perda itu tidak memberikan kewenangan kepada Paljaya untuk melakukan penindakan, sehingga jika ada pengelola gedung bertingkat dan perkantoran yang tak mau menjadi pelanggan, Paljaya tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan tarif pengolahan air limbah sejak 10 tahun lalu tidak mengalami perubahan, meski biaya pengolahan air limbah lumayan besar
Asri menambahkan, pihaknya saat ini juga tengah merancang untuk membangun IPAL di Zona 1 yang mencakup wilayah Bundaran HI hingga Pluit, dan Zona 6 yang berada di kawasan Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat.
Pembangunan IPAL di Zona 1 akan melibatkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). (Peri)