Dia, mencontohkan sepanjang pengetahuannya, wakil ketua MA bidang yudisial selalu dijabat oleh hakim agung berlatar kamar perkara umum. Sementara, wakil ketua MA bidang non yudisial secara bergantian dijabat oleh hakim agung dari kamar umum dan kamar agama.
Dua jabatan itu, lanjutnya, belum pernah diisi oleh hakim dari kamar militer maupun tata usaha negara (TUN).
“Dari kamar militer mungkin sudah tiga kali ya menjabat Ketua MA, tapi dari TUN ini belum pernah menduduki pimpinan MA,” ujarnya.
Kondisi tersebut, kata Septa, kurang ideal karena mengesankan seolah hakim TUN tidak cakap mengemban amanah pimpinan MA, juga seolah ada dikotomi ‘anak emas’ dan ‘anak tiri’ untuk pengisian jabatan pimpinan MA.
Karena itu, dia menyarankan alangkah lebih baik bila MA mencontoh solidaritas TNI, di mana kini tak ada lagi dominasi matra darat di posisi Panglima TNI.
“Hakim agung dan kamar itu kan tidak banyak, jadi saya pikir tidak sulit menerapkan prinsip keterwakilan tadi, akan lebih representatif dan terasa kebersamaannya,” pungkas Septa.