IPOL.ID – Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Idham Holik mengatakan pemilihan legislatif menggunakan sistem proporsional terbuka atau tertutup masing-masing memiliki kelemahannya.
Menurut Idham sistem proporsional terbuka sejatinya mendorong terjadinya politik uang dalam proses jual beli suara. Atas dasar itu maka calon anggota legislatif harus mengeluarkan banyak biaya besar demi melanggengkan dirinya mendapatkan kursi.
“Berbicara tentang sistem pemilu baik itu proporsional terbuka maupun tertutup pada dasarnya memiliki problem tersendiri,” kata Idham dalam diskusi daring dikutip, Jumat (10/2/2023).
Idham menegaskan, kedua sistem yang kini diperdebatkan sama-sama berkutat pada pendanaan. Misalnya, lanjut dia, dalam sistem proporsional tertutup terdapat persoalan candidacy buying. Persolan itu menuntut para caleg memberikan uang kepada elite partai politik demi mendapatkan nomor urut pertama.
“Kalau kita lihat pada 2019 banyak temuan Bawaslu berkenaan dengan politik uang. Sekarang pertanyaannya apakah sistem proporsional tertutup bebas dari politik uang? Tidak juga menurut saya, ada persoalan isu baru yaitu candidacy buyuing,” ujarnya.
Selain persoalan biaya besar yang dibebankan kepada para caleg, menurut Idham, kelemahan lain dari sistem proporsional terbuka yakni mendorong caleg untuk melakukan kampanye atau biasa dikenal dengan istilah personalisasi politik. Persoalannya adalah para caleg itu tidak mengampanyekan program sebagaimana diamanatkan UU Pemilu.
“Kita bisa lihat bagaimana poster baliho di jalan-jalan, tempat terbuka itu wajah caleg lebih besar daripada logo partai,” pungkasnya. (Peri)