IPOL.ID – Pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, semangat nasionalisme dan anti-perusahaan minyak asing menyeruak. Semangat tersebut ditujukan pada perusahaan-perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia, sedangkan untuk perusahaan-perusahaan dari Amerika Serikat dan Inggris masih diberikan kesempatan untuk terus beroperasi di Indonesia, seperti Caltex, Stanvac, dan Shell, atau dikenal dengan The Big Three.
Saat itulah pengusaha-pengusaha asing berdatangan ke Indonesia untuk berbisnis migas. Salah satunya adalah pengusaha Amerika Serikat, Harold Hutton.
Berdasarkan kesepakatan kerja sama antara Ibnu Sutowo (Tokoh yang mengembangkan Permina, cikal bakal Pertamina) dan Harold Hutton, pada 24 Mei 1958, minyak bumi produksi pertama Permina diekspor ke luar negeri dengan Harold Hutton sebagai pembeli pertamanya dan Jepang sebagai negara tujuannya.
The Big Three kemudian mempersoalkan penjualan minyak produksi perusahaan nasional – Permina – pada Refican (Harold Hutton). Belanda yang mengatasnamakan Bataafsche Petroleum Maatchappij (BPM) pun tak mau kalah. Dalam protes tersebut, Shell dan BPM-lah yang bersuara dan bereaksi keras.