IPOL.ID – Meski telah dilakukan operasi pasar oleh pemerintah, pedagang warung makan mengeluhkan harga beras yang tidak kunjung turun.
Sebelumnya, pemerintah melakukan operasi pasar di Pasar Induk Beras Cipinang, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur, Jumat (3/2). Bulog bekerja sama dengan PT Food Station melakukan operasi pasar di Pasar Induk Beras Cipinang merupakan sentra perdagangan beras di DKI Jakarta.
Dalam operasi pasar ini, pemerintah menggelontorkan beras impor premium dijual ke pedagang Pasar Induk Beras Cipinang dengan harga beras medium atau Rp8.300 per kilogram.
Nantinya pedagang Pasar Induk Beras Cipinang ke pedagang pasar turunan maksimal Rp8.900 per kilogram, sehingga harga jual di pasar turunan ke warga maksimal Rp9.300 atau Rp9.400.
Namun target tidak tercapai karena berdasar data pada laman http://pibc.foodstation.co.id/rice_price per 7 Februari 2023 harga beras IR-64 III di Pasar Induk Beras Cipinang tercatat Rp10.175.
Hingga kini, para pedagang warung makan masih mengeluhkan harga beras medium karena masih di atas harga eceran tertinggi (HET) yang dipatok pemerintah Rp9.450 per kilogram.
Pedagang warung makan di kawasan Kecamatan Jatinegara, Parti mengatakan, harga beras medium belum turun usai operasi pasar di Pasar Induk Beras Cipinang.
“Naik dari bulan Desember (2022). Sebelumnya per 50 kilogram itu Rp500 ribu, sekarang sudah Rp570 ribu. Harganya belum turun juga,” ujar Parti di Jatinegara, Kamis (9/2).
Artinya hingga kini harga jual beras medium di pasaran masih berkisar di atas Rp10 ribu per kilogram atau melampaui HET, sehingga memberatkan daya beli masyarakat.
Tidak hanya harganya belum turun, warga juga mengeluhkan kualitas beras medium di pasaran karena lebih buruk dibanding sebelumnya atau diduga sudah dioplos dengan kualitas rendah.
Padahal saat operasi pasar di Pasar Induk Beras Cipinang, Badan Urusan Logistik (Bulog) menyatakan menggelontorkan 10 ribu ton beras impor kualitas medium yang dijual dengan harga medium.
“Semenjak beras naik ini di pasar itu apek, bau, seperti beras raskin (keluarga miskin). Dari mulai bulan Januari (2023) itu bau berasnya. Makanya sekarang saya enggak beli di pasar,” kata Parti.
Dia menjelaskan, kualitas beras medium yang buruk di pasaran membuat dia beralih membeli beras medium di supermarket untuk memenuhi kebutuhan menjajakan warung makan.
Sebab, bila dia tetap membeli beras medium di pasaran yang kualitasnya buruk karena diduga dioplos, pelanggan warung makan bakal mengeluh dan beralih bersantap di warung lain.
“Saya beli di supermarket sekarang yang ukuran lima kilogram itu harga Rp50 ribu, tapi berasnya wangi, bagus, pulen. Beda sama beras medium di pasaran sekarang yang jelek,” ungkapnya. (Joesvicar Iqbal)