Ade mengatakan, sedangkan partai berbasis Islam dalam konteks ini ditentukan dua ukuran. Pertama, persepsi publik bahwa itu partai berbasis Islam di survei nasional Denny JA.
Kedua, jika tidak ada basis data survei, ditentukan melalui pendapat ahli atau dikenal expert judgement.
“Walau pemilih Indonesia 87% muslim, partai berbasis Islam tidak pernah menang pemilu bebas, bahkan mengecil, karena banyak sebab,” papar Ade.
Salah satunya, karena depolitisasi Islam yang berhasil di era Orde Baru melalui azas tunggal Pancasila dan P4. Disamping itu, disebabkan kurangnya inovasi partai politik berbasis Islam di era Reformasi.
Lebih dari 50% lanjutnya, publik memandang partai berbasis Islam yaitu, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelombang Rakyat (Gelora), dan Partai Ummat (PU).
Lebih dari 50% memandang partai itu berbasis terbuka/nasionalis yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar (Golkar), Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Demokrat, Nasional Demokrat (Nasdem), Persatuan Indonesia Raya (Perindo), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Hati Nurani Rakyat (HANURA), Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda), Partai Buruh, dan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN).