IPOL.ID – Pedagang Warung Tegal (Warteg) saat ini masih menghitung untuk mengurangi porsi menu atau menaikkan harga. Setelah pemerintah menetapkan kenaikan harga eceran tertinggi (HET) pada beras.
HET beras medium zona 1 mencakup wilayah Provinsi Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Sulawesi yang sebelumnya Rp 9.450 per kilogram kini melonjak jadi Rp 10.900.
Ketua Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara), Mukroni mengatakan, para pedagang masih menimbang sikap yang akan mereka ambil untuk merespon kenaikan HET beras. Sehingga belum memutuskan akan menaikkan harga menu makan.
“Ini teman-teman lagi menghitung apa kalau mengurangi porsi atau menaikkan, antara dua itu,” ujar Mukroni dikonfirmasi wartawan di Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis (16/3).
Para pedagang Warteg, sambung Mukroni, masih dilema karena bila mereka memutuskan untuk mengurangi porsi nasi demi mendapat untung, maka tentunya pelanggan tidak merasa puas bersantap.
Bila mereka menaikkan harga menu maka pembeli juga terbebani dan risiko paling buruknya ditinggal pelanggan. Mengingat daya beli masyarakat masih lesu dampak Pandemi Covid-19.
“Sekarang masalahnya ada adalah daya beli. Sehingga teman-teman tidak bisa seenaknya menaikkan harga. Saya pikir ekonomi setelah Pandemi Covid-19 membaik, ternyata tidak,” ungkapnya.
Pada Februari 2023 lalu, saat harga beras medium berkisar di atas Rp 10 ribu per kilogram. Sejumlah pedagang Warteg bahkan harus mengurangi porsi makan untuk pembeli.
Dia mengungkapkan, kenaikan harga sejumlah bahan pokok yang terjadi beberapa waktu terakhir juga akan menjadi pertimbangan, apakah akan menaikkan harga, atau mengurangi porsi nasi.
“HET juga compare (bandingkan) dengan harga bahan baku dan daya beli. Supaya pelanggan bisa menikmati rasa dan porsi. Kalau porsi sedikit kan kasihan juga pelanggan,” tutup Mukroni. (Joesvicar Iqbal)