IPOL.ID – Dalam menentukan lokasi instalasi nuklir diperlukan berbagai macam pertimbangan termasuk diantaranya adalah penilaian potensi bahaya pada lokasi yang dipilih. Salah satunya adalah penilaian potensi bahaya gelombang seismik dan pergerakan sesar atau patahan bumi. Pengetahuan tentang hal tersebut akan meningkatan keselamatan dan meminimalisir bahaya eksternal pada sebuah instalasi nuklir.
“Indonesia telah melakukan penilaian dan pertimbangan lokasi atau tapak dalam waktu yang lama. Kita melakukan penilaian untuk menemukan lokasi yang cocok untuk pembangkit tenaga nuklir, diantaranya di Bangka dan di Kalimantan,” ujar Sudi Arianto selaku perwakilan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam kegiatan workshop “Seismic and Fault Displacement Hazard’s Assessment for the Safety of Nuclear Installations” di Gedung 125, Kawasan Sains dan Teknologi (KST) B.J. Habibie Serpong, Tengerang Selatan, baru-baru ini.
Sudi menyampaikan bahwa Indonesia adalah negara yang dilewati oleh ring of the fire dimana banyak terdapat gunung berapi aktif, sehingga cukup sulit untuk meyakinkan bahwa Indonesia dapat membangun dan mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). “Oleh karenanya sangat penting bagi kami untuk mengetahui informasi kondisi seismic (gempa) dan patahan,” katanya dilansir dari siaran pers BRIN.
Workshop yang diselanggarakan BRIN bersama International Atomic Energy Agency (IAEA) ini akan dilaksanakan dari tanggal 27 hingga 31 Maret 2023. “Tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan dan bertukar pengalaman mengenai keselamatan dan keamanan dalam instalasi pembangkit tenaga nuklir, terutama dalam penilaian lokasi dan potensi bahayanya,” tambah Sudi.
Technical Officer of IAEA, Hyun Woo Lee menyampaikan bahwa kegiatan ini akan membahas kasus-kasus internasional dan persiapan dalam membangun Nuclear Power Plant (NPP). “Kami akan lebih fokus dengan standarisasi IAEA dan juga mempelajari serta berdiskusi mengenai kasus-kasus internasional. Terutama mengenai kesalahan-kesalahan eksternal yang penting sebagai pembelajaran dan persiapan sebuah instalasi nuklir,” ungkapnya.
Selain itu Lee juga menyebutkan akan membahas tentang keselamatan instalasi nuklir, bahaya seismik dan patahan pergerakan bumi, program nuklir nasional dan kondisi terkini, serta masalah yang dihadapi di Indonesia. “Kami siap membantu di segala aspek dalam hal evaluasi dan review keselamatan dan perlindungan instalasi nuklir terhadap sumber-sumber eksternal, seperti bencana alam, serta penggunaan alarm yang memberitahukan info apabila ada gempa atau bencana alam,” terang Lee.
Pada kesempatan ini, Direktur Kebijakan Pembangunan Lingkungan Hidup, Kemaritiman, Sumber Daya Alam, dan Ketenaganukliran – BRIN, Muhammad Abdul Kholiq menjelaskan status dan perkembangan saat ini dalam perencanaan pendirian instalasi tenaga nuklir di Indonesia. “Indonesia memiliki target Net-Zero Emission di tahun 2060. Diperkirakan konsumsi energi di tahun 2060 akan mencapai 1830 Twh yang didominasi oleh industri dan transportasi. Energi nuklir perlu dipercepat untuk membantu memenuhi target-target yang telah dibuat,” ungkapnya.
Kholiq mengatakan jika proses pemanfaatan energi nuklir di Indonesia saat ini memasuki akhir dari fase pertama dan sedang menunggu pembentukan Nuclear Energy Programme Implementing Organization (NEPIO).
“Kami sendiri sedang dan telah membuat beberapa policy yang berhubungan dengan nuklir. Diantaranya ada Act Number 10 tahun 1997 mengenai energi nuklir dan Act Number 2 tahun 2022 tentang job creation. Untuk seismik sendiri sudah ada peraturan yang mengatur yaitu Perba nomor 8 tahun 2013, dimana prosesnya terbagi tiga yaitu pengumpulan informasi, pembuatan model, dan terakhir evaluasi bahaya gerakan tanah,” ujarnya. (timur)