IPOL.ID – Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh berkomitmen menindaklanjuti arahan Presiden, Joko Widodo (Jokowi), dalam mengawal program strategis pemerintah menggunakan pendekatan pengawasan berorientasi hasil.
Komitmen tersebut dipegang teguh BPKP dalam menjaga akuntabilitas dan tata kelola keuangan serta pembangunan agar bermanfaat sebesar-besarnya bagi rakyat.
“Sebagaimana telah disampaikan Bapak Presiden Jokowi dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Tahun 2023, Pak Presiden minta pengawasan BPKP berorientasi hasil yang langsung dirasakan masyarakat,” kata Ateh seusai Rakornas Pengawasan Intern di kantor BPKP, Jakarta Timur, Kamis (15/6).
Kepala BPKP menjelaskan, ada beberapa arahan Presiden Jokowi yang memang harus segera ditindaklanjuti, diantaranya pengawasan intern agar betul-betul mengawasi program pemerintah, menggunakan pendekatan berorientasi hasil saat mengawasi, serta membuka data yang dibutuhkan dalam proses pengawasan.
“Tentu saja, untuk menindaklanjutinya butuh kerjasama yang baik dengan seluruh pemangku kepentingan. Dalam mengawal dan mengawasi program-program pemerintah kita perlu bersinergi dan berkolaborasi,” tukas Ateh.
Sehingga dia menekankan kepada seluruh pegawai BPKP untuk menjaga kepercayaan yang telah diberikan Presiden Jokowi agar dapat bersungguh-bersungguh mengawal program pemerintah agar tepat sasaran dan bermanfaat ke masyarakat.
“Kepercayaan dan ekspektasi tinggi dari Presiden beserta jajaran menteri tentunya harus terus kita jaga dan tingkatkan. Dibutuhkan komitmen dan tanggung jawab seluruh pegawai tuk mensukseskan apa yang telah diagendakan,” ujarnya.
Dalam Rakornas Wasin 2023, Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern, Kawal Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi itu, Ateh juga menyampaikan, setiap tahun pihaknya melakukan Rakornas Wasin. Dirinya pun selalu tegas kepada jajarannya untuk terus melakukan pengawasan demi keamanan keuangan negara.
“Saya selalu cerewet dan Pak Presiden RI menyampaikan memberikan semangatnya kepada BPKP. Sudah diumumkan juga berapa penghematan keuangan negara tahun kemarin mencapai Rp117 triliun,” paparnya.
Sebagai pengawas intern, mengawal, mendampingi agar program pemerintah bisa tercapai sesuai tujuan efektif dan akuntabel. BPKP mendampingi mulai dari awal perencanaan.
Menurutnya, setiap kementerian maupun Lembaga itu berbeda-beda, perintah Pak Presiden agar BPKP berinisiatif.
“Katakan evaluasi audit tujuannya perbaikan, mengidentifikasi risiko dimana ada bahaya keuangan, supaya ada langkah-langkah perbaikan. Namun masih ada instansi yang enggan memberikan data dan memberikan akses ke kita,” ungkapnya.
Meski lebih jauh, sambung Ateh, pihaknya tidak bisa membeberkan instansi mana saja yang tidak memberikan akses tersebut ke BPKP.
“Nah, ketika sudah tersangkut baru menghubungi, meminta kami, terlebih jika sudah tersentuh hukum. Jika sudah masuk APH berbeda dengan pengawasan intern. Lebih bagus kami masuk sebagai pengawas internal agar bisa menekan segala permasalahan dan masih ada yang seperti itu yang mencegah kami masuk,” tandas Ateh.
Dia menjelaskan, soal kriteria dengan kondisi auditor yang tidak membuat kebijakan dan peraturan. Sebab, auditor tidak bisa membuat keduanya (kebijakan dan peraturan) karena ada Permen dan atau PP.
“Jika terjadi diskresi maka akan merubah aturan khusus itu, jadi tidak bisa. Tetapi jika itu dijalankan tanpa aturan berarti ada penyimpangan dan jika ada kerugian negara maka akan ada hukum dan atau pidana,” ungkapnya.
Lebih lanjut, BPKP juga tidak serta merta langsung menindak lanjuti jika ada temuan penyimpangan hingga kerugian negara.
“Ada tata cara, kajiannya soal itu yang akan dilakukan BPKP. Dan itu banyak sekali yang kami tolak, tak semua permintaan kami lakukan, ada kajian, ada biro hukum kami, kalau ini bisa, ini tidak bisa, karena ada risiko hukum,” terang Ateh.
Sementara, ditanyakan kaitannya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan BPKP, Agustina Arumsari, Deputi Kepala Bidang Investigasi BPKP menambahkan, BPKP selaku badan yang melakukan pengawasan perhitungan kerugian negara, sedangkan OJK yang mengawasi perusahaan go publik, mengumpulkan uang dari masyarakat yang jika memanipulasi keuangan dan merugikan negara.
“Sehingga OJK tugasnya melindungi semua kepentingan masyarakat dalam hal ini pemegang saham jangan sampai perusahaan memanipulasi keuangan perusahaan dan jangan sampai kita negara dirugikan,” tegas Arumsari.
Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta pengawasan intern oleh BPKP dan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) berorientasi hasil. Jokowi juga mengingatkan pimpinan kementerian, lembaga, BUMN/D, pemerintah daerah untuk membuka data dan menindaklanjuti rekomendasi pengawasan BPKP.
Hal ini upaya mewujudkan Indonesia Emas 2045 semakin menantang disebabkan situasi global dan ekonomi dunia tidak mendukung. Karenanya, Jokowi ingin memastikan belanja dari APBN/D dan BUMN merupakan belanja produktif dan bermanfaat bagi masyarakat.
“Saya ingin pastikan bahwa apa yang kita programkan itu sampai betul ke rakyat, sampai ke masyarakat. Karena kita memang lemah di sisi itu, jika tidak diawasi. Hati-hati,” tutur Jokowi.
Itulah kenapa Jokowi meminta BPKP dan APIP mengawasi dan mencegah penyimpangan secara efektif. “Saya minta pengawasan itu orientasinya bukan (kepada) prosedurnya, (tetapi) orientasinya adalah hasilnya itu apa,” pinta Presiden.
Seperti diketahui, Rakornas Pengawasan Intern Tahun 2023 merupakan forum strategis pemangku kepentingan pengawasan intern di Indonesia. Rakornas Pengawasan Intern tahun ini diikuti oleh sebanyak 2.718 pejabat pemerintah dan APIP secara hybrid. (Joesvicar Iqbal)