IPOL.ID – Seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemkab Bengkulu Selatan tega menjual anak kandungnya untuk layanan prostitusi.
ASN berinisial TS (42) itu mengaku penghasilannya sebagai aparatur pemerintah tidak mencukupi lagi buat kebutuhan.
TS diketahui meraup keuntungan senilai Rp100.000-Rp150.000 dari satu kali transaksi prostitusi.
Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera pun mendorong agar akar permasalahan dari kejadian memilukan ini ditelusuri.
“Kejadian ini musibah, seorang ibu tega menjual anak kandungnya sebagai PSK karena terhimpit persoalan ekonomi. Sangat miris sekali. Perlu ditelusuri akar masalahnya seperti apa, bagaimana personal sang pelaku. Apabila persoalannya karena psikologi atau masalah moralnya, harus ada penanganan atau terapi. Tentunya berkesinambungan dengan penegakan hukumnya,” kata Mardani dalam keterangannya dikutip Selasa, (27/6).
Berkaca dari kasus tersebut, Mardani menilai perlu dilihat dulu bagaimana sebenarnya kondisi ekonomi dari ASN yang menjual anaknya itu.
“Perlu dilihat struktur gajinya seperti apa. Tapi kasus ini juga menjadi potret permasalahan negeri kita. Kita belum terbebas dari permasalahan kemiskinan, bahkan di tingkat ASN sekalipun. Ini artinya ada yang salah dari sistem kita, dan harus diperbaiki. Secara umum memang perlu penataan komponen gaji ASN dan besarannya,” paparnya.
Meski begitu, Mardani menekankan pelanggaran hukum yang melibatkan setiap pegawai Pemerintah harus ditindak. Apalagi, menurutnya ini juga termasuk dari tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Apapun alasannya, tidak ada pembenaran dari tindakan prostitusi. Sekalipun karena masalah ekonomi, menjual anak kandung sebagai PSK sangat tidak bisa ditolerir. Harus ada sanksi tegas,” kata Mardani.
Lebih lanjut, legislator dari Dapil DKI Jakarta I ini meminta Pemkab Bengkulu Selatan melakukan pembenahan di lingkungan kerja mereka.
Menurut Mardani, ada faktor ketidakpekaan yang turut berpartisipasi terhadap kejadian tersebut.
“Mestinya ada kepekaan, entah dari sesama rekan kerja maupun pimpinan dari pelaku. Harus dicari apa yang salah sampai seorang ASN terpaksa mencari tambahan uang dengan menjual sang anak,” ungkapnya.
Mardani mengatakan, pendekatan-pendekatan humanis perlu dilakukan di setiap lingkungan kerja Pemerintahan. Sebab jika permasalahan personal ASN tidak dapat dicari jalan keluar, maka dampaknya juga akan mempengaruhi kinerja.
“Harus ada proses jemput bola dalam kasus seperti ini. Mungkin juga perlu dilakukan tes psikologi berkala terhadap setiap pegawai pemerintah. Hal ini bertujuan melakukan penataan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan menjadi lebih bersih, efektif, dan efisien. Tes psikologis berkala tersebut bertujuan untuk mencegah tindakan melawan hukum dan memastikan bahwa mereka yang bertugas dalam sektor publik memiliki kondisi mental yang stabil dan kesehatan jiwa yang baik,” jelasnya.
Dengan adanya tes psikologi berkala, kata Mardani, masalah mental dan psikologi yang mungkin dimiliki oleh ASN dapat terdeteksi lebih awal. Sehingga tindakan pencegahan yang tepat dapat diambil sebelum masalah tersebut berkembang menjadi sesuatu yang lebih serius.
“Tes ini dapat mencakup pengukuran tingkat stres, kecerdasan emosional, stabilitas emosi, kejujuran, serta kemampuan berkomunikasi dan beradaptasi dalam situasi yang menuntut,” urai Mardani.
Anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan Pemerintahan itu pun menyadari semakin tingginya biaya hidup dan tantangan ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat saat ini tidak hanya mempengaruhi mereka di sektor swasta.
Mardani mengatakan, masalah ekonomi juga banyak dihadapi ASN yang memiliki tanggung jawab dalam melayani publik.
“Pemerintah perlu juga memberikan peluang pelatihan dan pengembangan kepada ASN agar mereka dapat meningkatkan keterampilan dan kompetensi yang diperlukan dalam dunia kerja,” sebutnya.
“Dengan meningkatkan kualifikasi mereka, ASN dapat memiliki peluang yang lebih baik untuk mendapatkan promosi atau kesempatan kerja tambahan yang dapat meningkatkan penghasilan mereka,” tutupnya. (far)