IPOL.ID – Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2023-2024 banyak dikeluhkan masyarakat. Sebab, diduga ada kecurangan di berbagai daerah terkait sistem ini.
Wakil Ketua Komisi X, Abdul Fikri Faqih meminta Kemendikbud agar mengevaluasi total pelaksanaan PPDB 2023 karena telah menghasilkan permasalahan yang begitu kompleks dan berimbas pada memburuknya integritas bangsa.
“Evaluasi total karena sampai ada dugaan tipikor (tindak pidana korupsi) disini, ada sogok menyogok demi memasukkan anaknya ke sekolah tertentu, jual beli surat pernyataan, jual beli kursi,” paparnya di Jakarta, Senin (31/7).
Fikri juga berharap pemerintah daerah selaku pelaksana utama PPDB untuk lebih bijak dalam menerima arahan dari pemerintah pusat. Ia mencontohkan proses PPDB pada salah satu wilayah di Yogyakarta yang juga berkisruh namun dapat dicegah agar tidak menciptakan kisruh yang lebih besar lagi.
“Daerah harus bisa mandiri, seperti yang di Yogyakarta itu, ada sebuah kearifan lokal yang disentuh. Mereka menerapkan zonasi namun menciptakan juga kebijakan sendiri yang sesuai dengan keadaan. Ketika keduanya disandingkan yang akhirnya menyelesaikan kisruh zonasi,” sambungnya.
Meskipun masih menuai permasalahan, Fikri menilai sistem PPDB ini cukup baik dengan mengutamakan siswa yang dekat dengan sekolah.
“Zonasi ini menarik karena dengan adanya sistem ini, masyarakat tidak perlu sekolah di tempat yang jauh. Masyarakat jadi lebih hemat karena bisa meminimalisir biaya transportasi,” ujar Fikri.
Namun, pihaknya melihat sistem ini makin jauh dari cita-cita awal pembentukannya, terbukti dengan masih belum terwujudnya pemerataan kualitas sekolah di seluruh wilayah.
“Kita lihat masih banyak masyarakat yang berusaha untuk memperebutkan sekolah tertentu meskipun sudah diterapkan zonasi. Tandanya hingga saat ini, tidak ada progres untuk menciptakan jalan menuju penyetaraan pendidik di semua sekolah,” tegas Anggota DPR dari Fraksi PKS ini.
Fikri mengakui bahwa proses pemerataan kualitas sekolah bukanlah hal yang mudah, terlebih masyarakat masing mengotak-ngotakkan sekolah yang dianggap favorit sebagai pilihan utamanya.
“Harusnya ada langkah pasti untuk meningkatkan kualitas agar semua sekolah dapat dikatakan sebagai favorit, semuanya jadi pilihan karena sama kualitasnya,” urainya Fikri.
Pada kesempatan yang sama, Fikri menyinggung grand design pendidikan yang digawangi oleh Kemendikbud Ristek. Ia menduga masifnya carut marut pelaksanaan PPDB diakibatkan oleh tidak jelasnya rencana pendidikan sebagai penentu arah kebijakan.
“Pendidikan dibangun dengan sistem yang jelas, untuk itu kita dorong mereka (Kemendikbud) agar bikin rencana yang pasti. Akhirnya mereka buat Peta Jalan Pendidikan 15 tahun, alih-alih grand design pendidikan yang semestinya berlaku 25 tahun (agar menjadi rencana yang berkelanjutan),” tutupnya.(Sofian)