Tidak hanya Undang-Undang tentang Perkawinan, Aan menyebut Undang-Undang Administrasi Kependudukan juga memungkinkan pernikahan beda agama. Selain adanya dasar hukum, kata Aan, praktik pernikahan beda agama telah lama dijalankan dan tidak pernah menimbulkan permasalahan. Aan menyebut sudah ada puluhan kasus pernihakan beda agama yang menegaskan bahwa itu mungkin dilakukan sebagai hak konstitusional warga negara.
Aan menilai, keluarnya Surat Edaran dari Mahkamah Agung ini didasari tekanan dari sejumlah kelompok, maupun kekuatan politik tertentu yang merasa terganggu dengan realita adanya pernikahan beda agama di Indonesia.
“Ketua Mahkamah Agung itu sedang berada dalam tekanan yang luar biasa, dari kelompok-kelompok Islam yang memang cukup gusar dengan bagaimana hak konstitusional dari warga untuk kawin beda agama itu dilakukan. Sehingga surat edaran ini sangat kuat bau tekanan. Bagaimana mungkin surat edaran itu digunakan untuk merampas hak warga untuk membentuk sebuah keluarga yang itu dijamin oleh konstitusi,” imbuhnya.