IPOL.ID – Kewajiban pemberi kerja dalam mendaftarkan karyawannya sebagai peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), sudah diamanahi melalui Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Aturan tersebut dipedomani oleh PT Claro Kreasi Abadi, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa layanan servis fasilitas, hal itu diungkapkan oleh Senior Manager Human Capital Development Baiquni Ismail ketika ditemui dalam acara rekonsiliasi badan usaha.
“Jadi pada tahun 2016 lalu perusahaan kami mulai aware jaminan kesehatan yang diselenggarakan BPJS Kesehatan ini, selain karena diwajibkan oleh presiden langsung, manajemen kami beranggapan kalau sebetulnya mendaftarkan karyawan kami kedalam program ini menjadi salah satu bentuk reward kepada karyawan, hal ini juga tentunya menjadi penambah semangat para karyawan saat bertugas,” tutur Baiquni, Senin (31/7).
Baiquni mengatakan selama menjadi penanggungjawab BPJS Kesehatan perusahaannya, dirinya sering melakukan survei kepada para karyawan yang sudah pernah mengurusi dan menggunakan Program JKN.
Alhasil berdasarkan survei tersebut ia mengetahui bahwa pelayanan administrasi kepesertaan di kantor BPJS Kesehatan maupun fasilitas kesehatan yang diperoleh karyawan semuanya lancar dan bagus tanpa adanya iur biaya sama sekali.
“Tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu risiko yang cukup tinggi dialami oleh karyawan kami adalah sakit karena kelelahan dan sebagainya, karena pekerjaan yang cukup banyak menguras tenaga secara fisik. Saat itu terjadi selalu saya rekomendasikan karyawan yang berobat untuk menggunakan BPJS Kesehatan miliknya, hasilnya seluruh karyawan mengatakan puas dan tidak ada yang dimintai uang tambahan untuk pengobatan tersebut,” lanjutnya.
Dari kacamata Baiquni, kebiasaan anti gratifikasi tercermin dari pelaksanaan Program JKN selama dirinya menjadi pengelolan kepesertaan BPJS Kesehatan karyawan PT Claro Kreasi Abadi.
Karena selama dirinya berinteraksi dengan BPJS Kesehatan khususnya Cabang Jakarta Selatan, baik untuk memproses administasi kepesertaan maupun meminta bantuan untuk sosialisasi langsung, pihaknya tidak pernah dibebankan untuk membayar bahkan hanya sekedar tanda terima kasih sekalipun.
Baiquni menyebutkan perusahaannya memiliki 40 entitas dengan karyawan berjumlah 248 orang dan seluruhnya sudah terdaftar menjadi peserta JKN beserta anggota keluarganya. Tidak jarang juga dirinya kerap bertanya kepada karyawannya mengenai pengalaman pribadi selama menggunakan BPJS Kesehatan ketika membutuhkan pelayanan pada fasilitas kesehatan.
“Kadang juga diluar survei yang dilakukan tadi, suka iseng saya diskusi lebih dalam dengan karyawan terkait ceritanya pakai BPJS Kesehatan untuk berobat, kerennya semua yang saya tanya menyampaikan pelayanan yang didapat di fasilitas kesehatan sudah baik dan tidak dibedakan dengan pasien umum, kemudian juga untuk biaya semuanya gratis ditanggung oleh BPJS Kesehatan tanpa embel-embel apapun. Dari situ saya betul-betul percaya kalau kebiasaan anti gratifikasi ini juga ditularkan kepada fasilitas kesehatan,” ujar Baiquni.
Secara pribadi Baiquni berpadangan memang seharusnya setiap organisasi baik milik pemerintah maupun swasta di Indonesia wajib memprioritaskan nilai-nilai integritas dengan menjunjung tinggi kebiasaan anti gratifikasi.
Selain berpengaruh kepada potret organisasi dan integritas seluruh pribadi lingkungan serta kelompok yang bertautan dengan organisasi tersebut, keinginan pemerintah untuk mengejawantahkan praktik anti gratifikasi dapat dicapai.
“Harapannya BPJS Kesehatan dapat terus menjalankan program jaminan kesehatan ini dengan lebih baik lagi, serta mempertahankan nilai integritas khususnya tentang praktik anti gratifikasi dan juga menularkan hal tersebut terutama fasilitas kesehatan sebagai garda terdepan yang akan memberikan layanan kepada peserta BPJS Kesehatan. Sebagai bagian dari program jaminan kesehatan ini, kami juga memastikan setiap karyawan mempunyai kebiasaan untuk menjauhi praktik negatif itu,” pungkasnya. (Irma)