“Setidaknya sembilan kantor seperti itu telah menjadi sasaran para pelaku pembakaran sejak Sabtu,” menurut sebuah berita oleh The Moscow Times.
Meski begitu, Professor Mark N. Katz dari George Mason University Schar School of Policy and Government mengatakan bahwa walau ada laporan seperti itu, sangat sulit untuk mengetahui seberapa luas penentangan terhadap Rusia di Krimea. Apalagi kelompok warga lain di sana, sebagian besar penduduk Tatar Ukraina dan Krimea, sudah pergi pada saat aneksasi sembilan tahun lalu.
“Sebagian besar penduduk Ukraina Rusia atau pro-Rusia yang tersisa dilaporkan memberikan suara yang sangat besar untuk mendukung aneksasi dalam referendum yang diadakan tahun itu,” katanya.
Namun ia memang menegaskan bahwa Krimea akan menjadi isu alot antara Rusia dan Ukraina. Pasalnya, penduduk wilayah itu sudah terbagi antara pro-Kyiv dan pro-Moskow.
“Masa depan Krimea akan menjadi salah satu masalah paling sulit untuk diselesaikan karena Rusia dan Ukraina mengklaimnya, sebagian besar penduduk mungkin ingin tetap bersama Rusia, tetapi sebagian besar penduduk yang melarikan diri ingin kembali ke Krimea milik Ukraina,” tambahnya.