IPOL.ID – Pengadilan Negeri (PN) Kota Kediri menggelar agenda sidang pembacaan pledoi dalam kasus gagal ginjal akut yang melibatkan PT Afi Farma. Sidang lanjutan kasus gagal ginjal akut pada anak yang menyeret empat terdakwa dari PT Afi Farma berlangsung di ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Kota Kediri, Rabu (18/10).
Seperti diketahui, Direktur Utama PT Afi Farma, Arief Prasetya Harahap (terdakwa I), dituntut sembilan tahun penjara. Sedangkan tiga terdakwa lainnya yaitu Nony Satya Anugrah (terdakwa II), Aynarwati Suwito (terdakwa III) dan Istikhomah (terdakwa III) dituntut masing-masing tujuh tahun penjara dan menjatuhkan pula pidana denda terhadap para terdakwa sebesar Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan.
Itu sebagaimana tuntutan empat terdakwa sesuai dengan dakwaan pertama, yakni, pasal 196 jo pasal 98 ayat 2 dan 3 UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Yunus Adhi Prabowo selaku kuasa hukum para terdakwa menyampaikan pada sidang ini, penasihat hukum para terdakwa melakukan pembelaan atau pledoi atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Perlu kami tekankan dalam perkara ini dugaan tindak pidana ini dilakukan oleh Perusahaan Koorporasi yang mana Direktur PT Afifarma, berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas yang merupakan penanggungjawab puncak dalam proses pembuatan obat, pengedaran yang diproduksi oleh Direktur PT Afifarma,” kata Yunus dalam keterangan tertulisnya, Jumat (20/10).
Akan tetapi dalam dakwaan dan surat tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), telah melakukan penuntutan pidana kepada terdakwa I, II, III, IV secara pribadi sebagai pihak yang bertanggungjawab, bukan kepada direktur PT Afifarma selaku korporasi.
Dan tindakan para terdakwa sebagai karyawan tersebut dilakukan untuk perseroan dalam menjalankan fungsi, kemudian ada keuntungan untuk korporasi, maka hal itu dianggap sebagai tindak pidana korporasi yang ada di dalamnya.
“Jadi penempatan terdakwa I, II, III, IV sebagai perorangan yang bertanggung jawab secara pribadi tidak dapat dibenarkan karena PT Afi Farma adalah perusahaan yang sudah memiliki legalitas dan CPOB dalam melakukan kegiatannya,” sambung dia.
Yang kedua adalah secara garis besar ada dua cara kematian, yakni kematian yang wajar akibat sakit dan kematian tidak wajar bukan akibat penyakit seperti pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, keracunan dan lain-lain tidak ada data hasil visum, otopsi, dan biopsi dari masing-masing korban yang menyatakan EG dan DEG adalah penyebab kematian Gagal Ginjal Akut pada anak.
Karena untuk mengetahui penyebab kematian pasti harus disampaikan hasil otopsi, rekam medis, biopsy, precondition berkaitan kondisi keluarga, kondisi gaya hidup anak, makanan anak untuk mengetahui penyebab kematian anak secara pasti.
Visum et Repertum di sini berperan sebagai alat penerangan bagi Hakim serta alat bukti yang cukup vital, dengan persangkaan kematian karena racun dalam hal ini EG dan DEG yang dianggap tidak wajar karena didalam otopsi terdapat petunjuk-petunjuk yang dapat membantu hakim dalam membedakan apakah kematian mengenai tanda-tanda kematian atau sebab-sebab kematian.
“Kami berharap dengan menyajikan argumen dan pembelaan dalam sebuah dokumen setebal 256 halaman, dalam pledoi yang disampaikan, Tim Kuasa Hukum para terdakwa menyatakan tidak ada suatu keyakinan berdasarkan fakta-fakta yang telah disampaikan dalam persidangan, termasuk keterangan saksi terdakwa dan saksi ahli, dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum dan agar para terdakwa dapat dibebaskan dari segala tuntutan yang dituduhkan,” tutup Yunus yang juga advokat dari PP Ikatan Apoteker Indonesia.
Sementara itu, Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Kota Kediri, Muhamad Safir menyebut JPU akan memberikan tanggapan atas pledoi atau nota pembelaan yang diajukan oleh terdakwa di sidang replik.
“Kita akan replik membalas pembelaan terdakwa. Sidang replik rencana digelar hari Senin (pekan) depan,” tutur Safir.(Msb/Yudha Krastawan)