“Para produsen tahu khawatir jika menaikkan harga jual maka kami akan kehilangan pembeli karena daya beli masyarakat kini masih terpuruk akibat pandemi Covid-19,” jelas dia.
Belum lagi, lanjutnya, para produsen tahu juga harus putar otak memikirkan cara agar tetap dapat mempertahankan usahanya tanpa mengurangi jumlah pengrajin tahu/pegawai di tempat produksi.
“Kenaikan harga kedelai itu bertahap, hampir setiap minggu. Dari Rp100, Rp200, Rp300. Hari ini saya belanja nombok (karena ada kenaikan harga), besoknya saya belanja nombok lagi, kami kan memikirkan pengrajin tahu/pegawai, kan gak mungkin merumahkan mereka, apalagi sudah berkeluarga, daripada berbuat kejahatan,” keluhnya.
Dindin meminta pemerintah segera mengambil langkah untuk menstabilkan harga kedelai impor di pasaran sehingga tidak memberatkan para produsen tahu dan tempe.
Dibeberkannya, dalam beberapa tahun terakhir terjadi kenaikan harga kedelai, pemerintah seakan tidak berdaya, berkilah harga kedelai impor dari Amerika terpengaruh nilai dollar.