IPOL.ID – Waspada terhadap aksi komplotan pelaku hipnotis yang masih berkeliaran mengincar korban perempuan. Saat korban terkena hipnotis hingga tidak berdaya dalam keadaan setengah sadar. Saat itulah para pelaku menguras uang dan harta benda milik korban.
Sebab, belum lama ini seorang nenek warga Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur menjadi korban penipuan bermodus hipnotis hingga mengalami total kerugian sekitar Rp170 juta.
“Iya, Ibu saya baru saja menjadi korban komplotan pelaku hipnotis beranggotakan tiga orang pria dan seorang perempuan pada Selasa (31/10). Saat Ibu sedang berolahraga pagi, uang Rp140 juta, perhiasan emas dan berlian dikuras para pelaku, total kerugian mencapai Rp170 juta,” ungkap anak korban yakni Rahmat pada ipol.id, Rabu (1/11).
Awal kejadian korban Widjayanti, 73, sedang olah raga pagi berjalan kaki di Jalan Bambu Ori Raya dekat rumahnya. Saat itu, korban berpapasan dengan satu pelaku yang mengaku sebagai Warga Negara Asing (WNA) Singapura.
“Dia bilang ‘bu saya tadi dari bandara, saya naik taksi diturunkan ke sini. Padahal tujuan saya ke RS Haji’. Saya jawab bapak naik taksi saja di depan (jalan raya),” ujar Widjayanti, Rabu ini.
Beberapa saat setelah pelaku pergi mencari taksi, tiba-tiba korban dihampiri seorang perempuan tak dikenal yang mengajak Widjayanti untuk menolong pria mengaku WNA itu.
Namun saat berupaya menghampiri pelaku mengaku WNA untuk menawarkan bantuan, Widjayanti dihampiri minibus dinaiki dua orang pria yang merupakan bagian dari komplotan hipnotis.
Kala itu, pelaku perempuan mengajak Widjayanti untuk masuk ke mobil untuk diajak berkeliling. Alasannya bahwa penumpang minibus itu kenalannya yang bekerja sebagai kepala cabang satu bank pemerintah.
“Di mobil saya diajak ngobrol, cerita-cerita. Di situ saya sudah kena (hipnotis). Katanya (pelaku mengaku WNA) nanti akan memberikan saya uang setiap bulan untuk anak-anak yatim,” katanya.
Saat terhipnotis dan tidak memiliki kesadaran, Widjayanti bahkan menjawab saat ditanya pelaku apakah korban memiliki deposito dan berapa jumlah uang dimiliki.
Widjayanti menjawab dia memiliki deposito sebanyak Rp140 juta, serta menyebutkan memiliki sejumlah perhiasan emas dan berlian di rumahnya yang bernilai sekitar Rp30 juta.
“Katanya (pelaku mengaku WNA) emas Ibu mau saya ganti dengan emas saya. Punya Ibu akan saya kasih buat keluarga saya di Singapura. Mungkin karena sudah kena (hipnotis) saya ikut,” jelas korban.
Hingga Widjayanti diantar pulang untuk mengambil perhiasan di rumah. Namun pelaku sempat meminta agar korban tidak menceritakan kejadian kepada anak-anaknya.
Saat mengantar korban pulang ke rumahnya, para pelaku sengaja tidak mengantarkan Widjayanti hingga tepat di depan rumah, sehingga pihak keluarga korban tidak mengetahui kejadian.
Mereka menunggu beberapa meter dekat rumah korban, dan saat Widjayanti keluar dengan membawa tas berisi perhiasan, kartu ATM, buku tabungan, dan KTP barulah pelaku menghampiri.
“Di situ saya sudah kena jadi mengikuti saja. Akhirnya dibawa ke Bekasi, ke bank. Mungkin pelaku sudah tahu kondisi jadi waktu sampai di bank itu sepi, enggak ada nasabah lain,” tukas dia.
Widjayanti menjelaskan, pada satu bank pemerintah di wilayah Bekasi itu dia diminta mengisi formulir penarikan uang sebanyak Rp140 juta dari deposito miliknya.
Setelah melakukan penarikan, pelaku mengambil seluruh uang dengan dalih bahwa tas yang dibawa Widjayanti saat kejadian berukuran terlalu kecil sehingga tak menampung uang.
“Dimasukkan ke tas dia (pelaku) terus ditutup kerudung. Habis itu jalan lagi. Alasannya si orang Singapur mau cari buah di minimarket. Turunlah kita di minimarket,” kata dia.
Ketika tiba di minimarket, pelaku yang mengaku sebagai kepala cabang bank tersebut menepuk lengan korban dengan dalih menyebut Widjayanti menyerupai sosok Ibunda pelaku.
Diduga tepukan pada lengan itu merupakan cara agar Widjayanti tetap dalam pengaruh hipnotis, karena setelahnya korban diminta untuk mengambil barang belanja.
“Dia (pelaku) bilang mau pergi sebentar, dia kasih tulisan (daftar belanja ada roti, madu). Saya ikuti, saya taruh ke kasir. Tapi setelah ditunggu mereka enggak datang kembali,” ucap Widjayanti.
Widjayanti baru tersadar kembali saat petugas kasir minimarket yang curiga menyebutnya berada dalam pengaruh hipnotis komplotan pelaku.
Selanjutnya, korban berupaya menghubungi pelaku perempuan yang sempat menyerahkan nomor handphonenya saat berada di bank, namun nomor diberikan tidak aktif atau palsu.
“Di situ saya sadar. Dicek nomor handphone yang dikasih tapi enggak aktif. Dari situ saya ditinggal. Itu kejadiannya sekitar dua jam lah (dari korban dibawa pelaku),” tandasnya.
Atas kejadian itu, Widjayanti sudah melaporkan kasus ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Metro Jakarta Timur dengan harapan komplotan pelaku dapat diringkus.
Barang bukti berupa rekaman CCTV yang menyorot saat pelaku membawanya menggunakan minibus dari rumah pun sudah diserahkan ke jajaran Satreskrim Polres Metro Jakarta Timur.
Berdasar rekaman CCTV kejadian saat pelaku melancarkan aksinya terdapat sejumlah warga yang melintas di Jalan Bambu Ori Raya, namun tidak ada warga menyadari aksi komplotan pelaku.
Hingga kini kasusnya masih dalam penyelidikan aparat Polres Metro Jakarta Timur dan Polsek Duren Sawit. (Joesvicar Iqbal)