“Ini menjadi refleksi diri bagi pemerintah, Indonesia yang memiliki lahan yang sangat luas hampir mencapai 2 juta kilo meter persegi, namun secara produktivitas kopi tertinggal jauh dari Vietnam yang hanya memiliki luas tak sampai 350 ribu kilometer persegi,” lanjut Gusti menambahkan.
Sementara itu disisi lain, industri kopi di Indonesia menurut Yuanita Rachma selaku eksportir kopi sesungguhnya baik kuantitas maupun kualitas telah diperhitungkan oleh negara-negara penghasil kopi dunia. Hal tersebut tambah Yuanita ada kopi Indonesia yang dihargai senilai 86 USD/pound dan menjadi negara yang dipertimbangkan oleh negara lain untuk mengimport kopi.
Dengan terselenggaranya JICC di Sarinah Jakarta, para pegiat kopi tambah Yuanita tentu diuntungkan mengingat para regulator hadir sehingga para pelaku kopi di Indonesia dapat mengetahui perkembangan terkini dari regulasi dibidang kopi yang baru diterbitkan.
Bicara soal kopi di Indonesia, Yuanita melanjutkan bahwa saat ini permintaan kopi Indonesia di asia dan eropa tetap tinggi. “Swiss selalu melakukan permintaan kopi luwak, Jepang selalu mengimport kopi jenis longberry dan komasti. Begitu juga Korea akan mulai mengimpot kopi dari Indonesia pada Desember 2024,” papar Yuanita.