IPOL.ID – Pasca dituntut 4 tahun 6 bulan, terdakwa perkara penggelapan aset PT Duta Manuntung (Kaltim Pos), Zainal Muttaqin membela diri. Dalam sidang pleidoi, mantan bos Jawa Pos ini, melalui kuasa hukumnya, merasa jaksa memaksakan tuntutan terhadap sesuatu yang tidak pada tempatnya.
“Perkara ini jelas-jelas dipaksakan mengingat Zam (sapaan akrab Zainal Muttaqin-red), dituduh menggelapkan aset lima sertifikat tanah diklaim milik PT Duta Manuntung. Padahal lima sertifikat tersebut, jelas-jelas atas nama kepemilikan Zainal Muttaqin,” ujar kuasa hukum Zam, Sugeng Teguh Santoso, di PN Balikpapan Kamis (16/11/2023).
Sugeng menyatakan, kasus kliennya jelas-jelas dipaksakan mengingat Zam dituduh menggelapkan aset lima sertifikat tanah diklaim milik PT Duta Manuntung. Padahal lima sertifikat tersebut, menurutnya jelas-jelas atas nama kepemilikan Zainal Muttaqin.
Menurut penasihat hukum, terdakwa juga sudah berhasil membuktikan proses kepemilikan aset tanah tersebut.
Sugeng melanjutkan, JPU tidak dalam proses penegakkan hukum sekaligus mencari keadilan di Pengadilan Negeri Balikpapan. Menurutnya, jaksa hanya sekadar mewakili kepentingan perusahaan, dalam hal ini PT Duta Manuntung. “Klien kami sengaja dipidana dan aset miliknya dirampas,” tambah Sugeng.
Soroti Jaksa
Sugeng mengungkapkan, bahwa atensi penyidik dan kejaksaan atas perkara ini besar. Selain pengerahan tiga Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Jakarta, juga melalui surat tuntutan yang janggal.
“Pengerahan tiga Jaksa langsung dari Jakarta itu tentu membutuhkan biaya besar, lalu siapa yang membiayai,” ucap Sugeng didampingi penasihat hukum lainnya, Prasetyo dan Mansuri.
Perkara ini menurutnya dipaksakan agar terdakwa diarahkan dipidana. Kemudian dengan dasar itu asetnya akan dirampas menggunakan instrumen hukum.
Dirinya mengulang kesaksian Abdul Rais ketika mendampingi terdakwa Zam memberikan keterangan kepada petugas di Bareskrim Mabes Polri. Ketika memasuki tengah malam, terdakwa Zam didatangi Kepala Unit (Kanit) di Bareskrim itu dan dibentak-bentak.
“Sejak permintaan keterangan di Mabes Polri, polisi pemeriksa sudah berlaku tidak wajar,” jelasnya.
Ia bersama timnya menyoroti tuntutan JPU yang tidak menyertakan fakta-fakta yang meringankan dari terdakwa. Dan mengutip Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, wajib untuk mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dari terdakwa.
Diterangkan, bahwa undang-undang nomor 48 itu berlaku selain kepada hakim, juga berlaku kepada JPU. Karena undang-undang ini representasi hukum untuk mewujudkan keadilan. Karena itu, fakta yang meringankan maupun memberatkan harus dicantumkan pada penuntutan.
“Selain itu dalam sidang tuntutan dinyatakan tidak ada hal yang meringankan dari terdakwa. Karena itu kami dapat berkesimpulan bahwa jaksa penuntut umum telah bersikap tidak adil,” tegasnya.
Faktanya ada sifat-sifat baik terdakwa dan hal-hal yang meringankan pada diri terdakwa. Antaranya terdakwa tidak pernah dihukum, berlaku sopan, memiliki tanggungan dan telah cukup berumur. Saat ini terdakwa berusia 62 tahun.
Pada kesempatan ini, terdakwa juga telah membacakan pembelaan yang ditulis tangan di atas kertas putih bergaris dihadapan hakim.
Terdakwa menyoroti tim JPU yang didatangkan dari Jakarta. Dikatakannya, selama menggeluti dunia kewartawanan di Balikpapan sejak tahun 1990, baru kali ini sidang di Pengadilan Negeri Balikpapan tim JPU-nya didatangkan dari Jakarta sejak sidang pertama.
Tambah Zam, Jaksa Afrianto mengawal sejak selepas dari tahanan Bareskrim Mabes Polri, dan memperkenalkan diri sebagai jaksa dari kejaksaan agung Jakarta.
“Setelah itu saya selalu bertemu jaksa Afrianto setiap kali sidang,” akui Zam.
Terdakwa membayangkan betapa mahalnya negara membiayai persidangan terhadap dirinya. Karena biaya yang dikeluarkan tentu tidak sedikit, yakni bisa mencapai dua ratus juta untuk tiket pesawatnya.
“Karena berdasarkan pengalaman pribadi menghadiri panggilan dari penyidik Bareskrim Mabes Polri di Jakarta beberapa kali. Saya harus merogoh kantong sampai puluhan juta rupiah untuk biaya tiket pesawat,” tuturnya. (tim)