IPOL.ID – AdaKami, perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan belum ada rencana sama sekali untuk melantai di bursa. Itu yang ditegaskan CEO AdaKami Bernardino M. Vega. Karena menurutnya tidak sembarangan untuk melakukan aksi initial public offering/IPO untuk perusahaan.
“Kita fokus dulu untuk evaluasi kinerja, soal potensi market, tentu ada, We’ll see,” katanya, belum lama ini. Perusahaan platform financial technology peer-to-peer (fintech P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) yang bernaung di bawah PT Pembiayaan Digital Indonesia tersebut, tambah Bernardino, memang sempat memberi sinyal untuk menjadi perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui (initial public offering/IPO). Hanya saja, dia enggan membeberkan kapan AdaKami bakal melantai di Bursa.
Menurut Dino, sapaan akrab Bernardino, ada banyak faktor yang bakal dipertimbangkan untuk IPO. “Pertama, market. Kedua, regulatory framework. Mau enggak investor, bisa enggak kita public itu. Bahwa ya kalau ada target itu (IPO) ya tentunya ada lah, tapi kita lihat saja,” ungkapnya.
Dino hanya memberi sinyal bahwa rencana IPO AdaKami tidak terjadi pada tahun depan. “(IPO 5 tahun mendatang) I don’t know, masih jauh. Yang jelas bukan tahun depan,” pungkasnya.
Diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berulang kali menyampaikan bahwa regulator akan mendorong perusahaan pinjol untuk melantai di BEI melalui penawaran umum perdana saham sebagai salah satu opsi pendanaan.
Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Edi Setijawan mengatakan bahwa sejauh ini sebagian besar sumber pendanaan perusahaan fintech masih berasal dari investor korporasi, sehingga OJK mendorong fintech untuk meraih pendanaan dari investor ritel.
“Tentunya kalau kita lihat investornya fintech itu banyaknya masih korporasi langsung, investornya masih dari korporasi. Tentu kalau mereka masuk ke pasar modal lebih bagus lagi,” kata Edi.
Terpisah, Brand Manager AdaKami Jonathan menjelaskan sampai saat ini pihaknya sudah menyalurkan Rp12,72 triliun dengan sekitar 13 juta pengguna. “Kami juga masih mengkaji soal penurunan suku bunga dari OJK. Mulai efektif 1 Januari 2023,” tutupnya. (vit)