Sedangkan syarat setiap bungkus rokok berisi minimal 20 batang, tentunya berdampak kepada naiknya biaya operasional. Kalau itu terjadi, maka buruh IHT serta petani tembakau bakalan kena dampaknya juga.
Karena itu, sejak awal, petani tembakau serta para serikat dan organisasi pekerja IHT terus melakukan protes dan penolakan.
Kebijakan anti-petani tembakau
Guru Besar Universitas Airlangga (Unair), Prof Hotman Siahaan, menyebut bahwa kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengerek naik cukai rokok 11,6 persen pada 2023 jelas merugikan IHT dan petani tembakau.
Padahal, kata dia, sektor industri ini adalah padat karya, khususnya Sigaret Kretek Tangan (SKT). Bisa dibayangkan jika sektor IHT di daerah sentra tembakau nyungsep, perekonomian daerah itu pastinya ikut jeblok.
“Padahal, jika perekonomian daerah penghasil tembakau itu bagus, akan menopang perekonomian provinsi dan nasional,” kata Prof Hotman.
Prof Hotman mengatakan, pemerintah pusat seharusnya menyadari efek dominonya dari melajunya perekonomian daerah. Sehingga, jangan gegabah dengan mengerek naik cukai hasil tembakau (CHT).