IPOL.ID – Bagi warga Gaza bernma Zaki Abu Sleyma, air yang kini mengalir dari sebuah proyek desalinasi di Mesir terasa “seperti gula” setelah berminggu-minggu dibombardir dan dikepung oleh Israel sehingga ia dan banyak orang lainnya harus meminum air yang tidak bersih dan payau.
Air tersebut berasal dari tiga pabrik yang dibangun oleh Uni Emirat Arab di sisi perbatasan Mesir dan dipompa ke Rafah yang mulai bekerja pada Selasa, sebagai bagian dari upaya untuk meringankan salah satu tantangan kemanusiaan terbesar di Gaza.
“Kami benar-benar menderita… sebelumnya kami membawa air dari laut. Air ini rasanya seperti gula, bisa diminum,” kata Abu Sleyman, dilansir Reuters, Kamis (21/12).
Namun, meski air bersih sangat dibutuhkan, infrastruktur Gaza yang hancur berarti sulit untuk mendistribusikan air bersih ke luar kota perbatasan Rafah, apalagi memompanya ke tangki-tangki di atap rumah sehingga orang-orang dapat menggunakannya di gedung-gedung yang masih ada di daerah tersebut.
Israel memutus semua pasokan listrik eksternal ke Gaza ketika perang dimulai pada 7 Oktober dengan serangan Hamas ke kota-kota Israel yang menewaskan 1.200 orang.
Pengepungannya terhadap wilayah Palestina juga telah menghentikan sebagian besar pasokan bahan bakar, yang berarti generator listrik lokal juga tidak berfungsi.
“Kami berharap mereka dapat menyediakan stasiun listrik untuk kami, seperti yang Anda lihat, kami mengisi ember-ember dan membawa air ke lantai atas,” kata Abu Sleyma.
Mengisi tangki-tangki di lantai atas agar air dapat digunakan di keran-keran di rumah adalah pekerjaan yang sulit dan menyakitkan.
Bahkan di Rafah, di mana tentara Israel telah menyuruh warga sipil untuk mengungsi, kelangkaan makanan dan air bersih begitu parah sehingga menyebabkan orang kehilangan berat badan dan jatuh sakit.
Di sebuah tangki air yang berdiri di antara rumah-rumah di Rafah, sekelompok anak-anak bergantian menangkupkan tangan mereka untuk minum dari pipa yang mengalir, pemandangan yang jarang terjadi dalam beberapa pekan terakhir.
Mohammed Sobhi Abu Reyala, kepala direktorat air dan pembuangan limbah di Jabalia, mengatakan bahwa pengungsian ribuan warga Gaza ke Rafah telah memperparah masalah yang sudah ada di kota itu, di mana ada kekurangan bahan bakar untuk mengoperasikan sumur.
“Jujur saja, jalur baru ini yang disediakan melalui saudara-saudara kita di Republik Arab Mesir, saudara-saudara kita di Mesir, memainkan peran utama dalam meringankan penderitaan para pengungsi dan penduduk Rafah terkait air,” kata Abu Reyala.
Instalasi yang terhubung ke perbatasan Mesir dengan jalur Gaza melalui pipa sepanjang 900 meter ini, mendesinfeksi sekitar 600.000 galon air per hari, memenuhi kebutuhan sekitar 300.000 orang. (far)