IPOL.ID – Hiruk-pikuk persaingan di pileg dan pilpres 2024 dirasakan jauh berbeda dibandingkan dengan pesta demokrasi sebelumnya di tanah air.
Hasil penelusuran Bawaslu, upaya black campaign dari kompetitor berada dunia digital dan media sosial (medsos).
“Saat ini memasuki tahapan kampanye dan sudah memasuki debat capres (calon presiden) pertama. Ada yang bilang kesannya adem ayem dibandingkan Pemilu 2019. Tetapi sebenarnya pertarungannya itu di dunia digital. Medsos dengan berbagai fitur video seperti TikTok sangat kuat terjadi aksi black campaign,” kata anggota Bawaslu Lolly Suhenty saat Sosialisasi Pengawasan Pemilu Partisipatif (Soswatif) Tahun 2024, kemarin.
Untuk itu, dia meyakinkan, masyarakat perlu memanfaatkan tahapan kampanye ini dalam mencari informasi sebanyak-banyaknya.
“Tujuannya untuk mengedukasi hal-hal yang dirasakan tidak benar,” sebutnya.
Dalam mencari informasi, lanjutnya, masyarakat juga perlu mengetahui apa yang menjadi bagian pelanggaran pemilu.
“Kalau menemukan dugaan pelanggaran bisa melaporkan kepada Bawaslu. Tetapi kita perlu tahu dulu yang melanggarnya apa? Kita tahu bagaimana melaporkannya dan ketiga tahu mekanismenya,” jelas mantan Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Barat ini.
Dalam melakukan pengawasan partisipatif pemilu, Lolly berharap masyarakat tak sungkan melaporkan dugaan pelanggaran kepada Bawaslu.
“Kalau ada pelanggaran dunia digital laporkan. Bisa melaporkan ke
[email protected]. Perlu kita yakinkan, tidak boleh intervensi saat akan memilih,, termasuk melaporkan penyelenggara pemilu apabila tak profesional, tidak berintegritas, dan tebang pilih,” katanya.
Selain itu, dia mengajak masyarakat atau organisasi yang mau menjadi pemantau pemilu dapat mendaftarkan kepada Bawaslu.
“Sampai kini sudah ada 90 lembaga pemantau pemilu yang sudah diakreditasi oleh Bawaslu. Batas akhir pendaftaran 7 hari sebelum pemungutan suara. Sekarang pemantau pemilu lebih mudah persyaratannya,” ucap Lolly. (Sofian)