IPOL.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Waketum Golkar Nurdin Halid pada hari ini. Nurdin bakal diperiksa terkait kasus dugaan korupsi dengan tersangka hakim agung nonaktif Gazalba Saleh.
“Hari ini, bertempat di gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi, Nurdin Halid,” kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (12/12).
Belum diketahui pasti apa yang akan didalami penyidik saat memeriksa Nurdin Halid. Namun, Nurdin dikabarkan sudah memenuhi panggilan penyidik di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jaksel.
Diketahui, mantan Hakim Agung Kamar Pidana Mahkamah Agung Republik Indonesia, Gazalba Saleh (GS) merupakan tersangka dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
GS pernah menduduki jabatan sebagai Hakim Agung Kamar Pidana MA RI sejak 2017. Dalam beberapa perkara, GS ditunjuk untuk menjadi salah satu anggota Majelis Hakim yang menangani permohonan kasasi maupun peninjauan kembali di MA.
“Dari pengondisian isi amar putusan tersebut, GS menerima pemberian sejumlah uang sebagai bentuk penerimaan gratifikasi. Di antaranya untuk putusan dalam perkara kasasi dengan terdakwa Edhy Prabowo, Rennier Abdul Rahman Latief dan peninjauan kembali dari Terpidana Jafar Abdul Gaffar,” ungkap Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jaksel, Kamis (30/11) lalu.
Sebagai bukti permulaan awal KPK menemukan adanya aliran uang berupa penerimaan gratifikasi sejumlah sekitar Rp 15 miliar. Aliran dana ini terjadi dalam kurun waktu 2018-2022.
Lalu, Gazalba menggunakan uang hasil gratifikasi itu untuk membeli sejumlah aset. Rinciannya, yakni pembelian satu unit rumah secara tunai di wilayah Cibubur, Jakarta Timur dengan harga Rp 7,6 miliar dan satu bidang tanah dan bangunan di wilayah Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan seharga Rp 5 miliar.
“Didapati pula adanya penukaran sejumlah uang ke beberapa money changer menggunakan identitas orang lain yang nilainya hingga miliaran rupiah,” jelas Asep.
Namun penerimaan gratifikasi tersebut tidak pernah dilaporkan GS pada KPK dalam waktu 30 hari kerja sejak diterima serta tidak mencantumkan aset-aset bernilai ekonomis lainnya dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Atas perbuatannya Gazalba Saleh pun dijerat dengan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(Yudha Krastawan)