Hal itu dibenarkan Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan Tindak Pidana Perdagangan Orang Kemen PPPA, Priyadi Santosa. Ia menyoroti pentingnya komitmen, sinergi, dan kolaborasi dalam menangani kasus TPPO di Indonesia.
“TPPO merupakan kejahatan luar biasa yang penanganan dan pencegahannya pun perlu dilakukan secara serius dan kerja sama semua pihak, baik itu yang tergabung ke dalam Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP TPPO) maupun pihak terkait lainnya,” ujar Priyadi.
“Kompleksitas kasus TPPO tidak dapat diselesaikan seorang diri, tetapi memerlukan dukungan dalam upaya pencegahan dan penanganan yang berkelanjutan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Plt. Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan Kemen PPPA, Ratih Rachmawati menekankan peran penting dari Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai tempat aman bagi korban yang membutuhkan perlindungan.
“Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2020 tentang Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengamanatkan penyediaan layanan rujukan akhir kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang diimplementasikan melalui UPTD PPA di setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota. Di UPTD PPA tidak hanya menerima laporan semata tetapi menjadi ruang aman apabila korban perempuan dan anak membutuhkan perlindungan,” kata Ratih.