IPOL.ID – Tim Jatanras Ditreskrimum Polda Jateng menangkap delapan oknum debt collector karena melakukan penarikan secara paksa yang disertai kekerasan terhadap pemilik lima mobil pribadi di kota Semarang. Aksi paksa tersebut dilakukan dengan dalih kredit macet.
Delapan debt colector yang dibekuk tersebut berinisial SN (40), YA (29), YM (23), PM (35), AB (30), TBG (46), ASL (39) dan MAA (27).
Selain menangkap delapan orang itu, tim Jatanras masih melakukan pengejaran terhadap DPO berinisial AM, LM, JS dan SA.
Dirreskrimum Polda Jateng Kombes Pol Johanson Ronald Simamora mengatakan penangkapan para tersangka ini didasarkan dua laporan masyarakat.
“Mereka dilaporkan karena menarik kendaraan dengan alasan dapat surat kuasa dari leasing tempat kerja,” kata Johanson dikutip Jumat (8/12).
Dia menjelaskan, pada kasus pertama, dua tersangka berinisial SN dan YA melakukan perampasan pada kendaraan milik MR, warga Kabupaten Batang.
Para pelaku beraksi saat mobil korban dipinjam seorang rekannya untuk membawa keluarga guna menghadiri wisuda di salah satu kampus di Kedung Mundu, Semarang.
Korban yang mendapat laporan dari rekannya bahwa mobilnya dicegat oleh dua oknum debt collector, akhirnya datang ke lokasi dan berujung pada aksi dorong serta percekcokan.
“Korban dan rekannya beserta keluarga ketakutan dan mundur, Mobil kemudian ditinggal. Lalu mobil diangkut dua pelaku pakai towing. Korban kemudian melakukan visum ke dokter dan lapor ke pihak kepolisian,” paparnya.
Pada kasus kedua, terjadi pada 8 November 2023, enam tersangka berinisial YM (23), PM (35), AB (30), TBG (46), ASL (39) dan MAA (27) melakukan aksi paksa mengambil mobil milik korban berinisial DS, warga Semarang Utara.
Para tersangka mencegat korban saat pulang dari RS Pantiwiloso. Mereka mengajak korban ke kantor salah satu bank, dengan alasan telah menunggak cicilan mobil selama 8 bulan.
Di kantor itu, para pelaku mencoba bernegosiasi dan meminta korban menandatangani berita acara penarikan kendaraan.
“Tapi korban menolak, Selanjutnya secara sepihak para pelaku menaikkan kendaraan ke mobil towing. Korban kemudian lapor ke pihak kepolisian,” terang dia.
Pada aksi ini, para tersangka memiliki peran masing masing. Ada yang mengadang, ada yang mengangkut mobil dan lain-lain.
Johanson menegaskan, secara hukum debt colector hanya memiliki wewenang untuk melakukan penagihan uang dan tidak mempunyai wewenang untuk mengambil kendaraan secara paksa.
“Jika terjadi kredit macet, pihak leasing wajib melapor ke polisi yang ditunjuk dalam undang-undang fidusia. Yang boleh menarik itu pengadilan, harus sesuai keputusan pengadilan. Leasing tidak boleh memberikan surat kuasa penarikan, Leasing hanya boleh menagih,” tegasnya.
Saat diwawancara media, salah satu tersangka berinisial TBG mengaku menjalankan profesi debt collector karena diajak temannya, seorang debt collector kawakan, gaji yang diterima per bulan sangat tinggi berkisar 20-30 juta per orang.
“Saya digaji bulanan sekitar Rp 20 sampai 30 juta per bulan,” sebutnya.
Atas adanya aksi perampasan dan intimidasi yang sering dilakukan oknum debt collector, Johanson meminta masyarakat untuk segera melaporkan ke pihak kepolisian.
“Kami meminta masyarakat berani melapor, masih sering didapati warga tidak berani melaporkan bila mereka menjadi korban intimidasi maupun pengambilan paksa,” imbaunya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat empat pasal KUHP yaitu pasal 365, pasal 368, pasal 55 serta pasal 66 dengan ancaman maksimal sembilan tahun penjara. (far)