Jadi para Capres memang dirancang secara sistematis supaya “perang” (baca: beda pendapat). Pertanyaan dari dan antar Capres itu, pun, memang dirancang tanpa koridor jelas agar bisa bikin lawan “keok” dengan pertanyaan jebakan. Idealnya dibatasi, misalnya, pertanyaan harus merujuk ke visi misi yang telah dipaparkan sebelumnya.
Mungkin KPU perlu memikirkan pentingnya “tuntunan” daripada “tontonan.” Jangan sampai indikator keberhasilan debat ini semata-mata jumlah penonton. Dampak dari pertunjukan itu juga harus menjadi pertimbangan penting sehingga bisa mengurangi timbulnya dinding maya bahkan nyata di antara kita.
Pilpres ini kita ciptakan sebagai momentum bersejarah bukan saatnya berdarah-darah. Mari kita bangun lebih banyak jembatan penghubung bukan dinding penghalang yang kian menggunung. (tim)