Ia menuturkan awal-awal merintis di tahun 2017, usahanya masih berbentuk UD (usaha dagang) Bali Synwood dengan memanfaatkan limbah panen padi di desanya. Menurutnya, selama ini limbah itu dibakar begitu saja dan tidak menghasilkan nilai ekonomis bagi petani. Berkat hasil penelitian yang dilakukannya di Undiksha Singaraja, Gede Wikrama meyakini bahwasannya rintisan usaha Bali Synwood akan mampu berkembang dan bersaing di pasaran.
Setiap masa panen padi, Gede Wikrama menghargai nilai limbah dedak padi sebesar Rp3.000,- perkilonya, tentunya sudah menjadi kesepakatan bersama petani di lingkungannya. Ia menyampaikan dari satu luasan lahan petani sudah sangat mencukupi menjadi bahan produksi plakat dan jenis lainnya lagi. Hal itu dikarenakan volume produksi masih tergolong kecil. “Satu petani di desa saya saja sudah sangat banyak limbah hasil panennya, itu sudah sangat mencukupi terlebih usaha saya ini belum besar seperti industr,” terangnya.
Secara umum dijelaskan produk-produk yang dihasilkan Bali Synwood ada yang berupa plakat dua dimensi, patung, furniture dan pesanan custom atau sesuai permohonan konsumen. Dalam perjalannya, usaha UD. Bali Synwood berkembang pesat dan berubah menjadi PT. Bali Synwood tentunya dibarengi juga dengan peningkatan hasil penjualan produknya.