IPOL.ID-Pro dan kontra terhadap kenaikan pajak hiburan menjadi 40 persen terus bergulir di kalangan politisi Kebon Sirih.
Hal itu dikarena kenaikan yang diberlakukan itu, dikhawatirkan berdampak terhadap pertumbuhan dunia usaha.
Adalah anggota Komisi B (bidang perekonomian) DPRD DKI Jakarta, M Taufik Zoelkifli, penetapan pajak hiburan sebesar 40 persen seharusnya hanya berlaku bagi tempat-tempat hiburan di level atas.
“Saya kira perlu ada peninjauan ulang. Artinya, perlu dicari ya pos-pos yang bisa dipajakin. Tentu terhadap pendapatan atau perusahaan yang memang konsumennya itu menengah ke atas,” ujar Taufik.
Dalam pandangannya, pemberlakuan besaran pajak tersebut, pada dasarnya membawa pengaruh positif terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Kota Jakarta.
Namun begitu terdapat kekhawatiran banyak pelaku usaha yang tidak sanggup memenuhi kewajiban membayar pajak. Terutama bagi kalangan usaha menengah ke bawah. “Yang mampu kan, ya yang menengah ke atas atau high class,” imbuhnya.
Menurut Taufik, tentunya bagi usaha kelas menengah ke atas, bisa mempertahankan usahanya. “Sedangkan bagi usaha kelas menengah ke bawah, sebaiknya aturan pajak hiburan direvisi agar tidak berdampak penutupan tempat usaha,” imbuhnya.
Patut diketahui bahwa Pemprov DKI Jakarta, menaikkan pajak tempat hiburan di Ibukota Jakarta menjadi 40 persen. Bahkan, kebijakan itu mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Aturan itu tertuang dalam Pasal 53 Ayat 2, besaran pajak itu berlaku untuk tempat karaoke, diskotek, kelab malam, bar dan mandi uap atau spa. Kenaikan tarif pajak tempat hiburan di Jakarta itu berlaku sejak 5 Januari 2024. Pada aturan sebelumnya, persentase pajak tempat karaoke dan diskotek hanya 25 persen. Sedangkan untuk kegiatan usaha panti pijat dan mandi uap atau spa, sebesar 35 persen.(sofian)