Di dunia politik Indonesia, menurut Suratno, karena hukum dipisahkan dari etika maka banyak pejabat dan politisi yang sebenarnya cacat moral karena pernah melanggar hukum maupun diduga melanggar tapi masih bisa nyaleg, menjadi pejabat dan lain-lain selama tidak melanggar undang-undang.
“Tidak seperti di negara lain yang langsung mengundurkan diri. Hukum yang terpisah dari etika juga membuat hukum seperti tumpul ke atas, ke para pejabat, politisi dan penguasa, akan tetapi tajam ke bawah yakni ke rakyat kecil,” lanjutnya.
Pembicara lain, Fachrizal Afandi, Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang menjelaskan bahwa spirit prophetic dari Nabi Muhammas SAW di hari Isra Miraj bisa menjadi tauladan dalam relasi hukum dan etika. “Nabi Muhammad sangat tegas dalam penegakkan hukum termasuk akan menghukum anaknya sendiri Fatimah RA jika terbukti bersalah. Nabi SAW juga sangat menjunjung tinggi akhlaq karena itu bagian penting dari misi kenabian beliau,” paparnya.
Di Indonesia menurut Fachrizal, relasi hukum yang terpisah dari etika banyak muncul dalam kasus-kasus conflict of interest, konflik kepentingan seperti misalnya dalam kasus pelangaran etik oleh MK, oleh KPU, fenomena politisasi penyaluran bansos dan lainnya.