IPOL.ID – Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) DPD Provinsi DKI Jakarta menerima sebanyak 58 aduan terkait pencoblosan di tempat pemungutan suara (TPS) Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang diduga tidak ramah disabilitas.
Ketua Pertuni DPD DKI Jakarta, Ajad Sudrajad mengungkapkan, jumlah tersebut merupakan aduan sementara yang masuk sejak pencoblosan pemilu pada 14 Februari hingga 21 Februari 2024.
“Jakarta Timur ada 17 aduan, Jakarta Selatan ada 10 aduan, Jakarta Pusat ada lima aduan, Jakarta Utara ada 11 aduan, Jakarta Barat ada 15 aduan,” tutur Ajad di Jakarta Timur, Rabu (21/2).
Ada tiga masalah yang menjadi mayoritas aduan diterima Pertuni DPD DKI Jakarta. Pertama, tidak adanya template alat bantu braille untuk membantu tunanetra mencoblos di TPS.
Kedua, banyaknya tunanetra yang dilarang anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) untuk membawa pendamping dari keluarga atau orang terdekat ke bilik suara.
Ketiga, banyak TPS Pemilu 2024 di DKI Jakarta yang tidak aksesibilitas, baik untuk penyandang disabilitas tunadaksa pengguna kursi roda dan tunanetra karena aksesnya sempit.
“Itu baru yang tercatat, kita terus mengumpulkan aduan dari para anggota (ada kemungkinan bertambah). Sesuai fungsi organisasi Pertuni, Pertuni lebih mengedepankan advokasi,” kata Ajad.
Dalam kegiatan membahas pelaksanaan Pemilu 2024 di RPTRA Mustika, Kramat Jati, Rabu siang ini banyak anggota Pertuni DPC Jakarta Timur yang menyampaikan aduan terkait masalah dialami.
Di antaranya, ada anggota Pertuni DPC Jakarta Timur yang hanya diberi surat suara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (PPWP) karena meminta didampingi keluarga saat pencoblosan.
Meski secara aturan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum diatur hak disabilitas membawa pendamping.
“Mereka bilang aturannya enggak boleh ada yang masuk ke TPS (selain pemilih). Padahal di situ ada form yang harus diisi supaya kita (disabilitas) boleh didampingi, ini banyak yang enggak tahu,” tutup Ajad. (Joesvicar Iqbal)