Bila merujuk kepada UU No. 29 Tahun 2007 yang digantikan oleh UU DKJ ini, warga Jakarta memang tidak memilih secara langsung walikota/bupati dan tidak memiliki perwakilan yang dipilih langsung di tingkat kota/kabupaten (DPRD). “Hal itu dapat dipahami karena status Jakarta yang memang ibukota dan disebutkan bahwa otonomi hanya pada tingkat provinsi. Namun, sekarang dengan adanya perpindahan ibukota, kan status sebagai ibukota itu sudah hilang dan tidak berlaku, sehingga tidak berlaku pula aturan diskriminatif tersebut, dan mestinya ketentuan Konstitusi yang dilaksanakan sebagaiamana diberlakukan untuk daerah-daerah khusus lainnya yang bukan ibukota negara,” tukasnya.
HNW juga mengingatkan dahulu memang ada yang sempat mempermasalahkan tidak dipilih langsungnya walikota/bupati dan tidak adanya DPRD di tingkat kota/kabupaten dalam UU No.29/2007 ke Mahkamah Konstitusi (MK), lalu ditolak MK. “Dahulu bisa dipahami kenapa ditolak karena status Jakarta yang sebagai ibukota. Sekarang status Jakarta sudah berbeda, sehingga seharusnya bila UU DKJ ini diuji ke MK, MK bisa tidak menolak, dan bisa memutus berbeda dengan sebelumnya karena ada fakta baru bahwa Jakarta tidak lagi berstatus khusus sebagai ibukota,” ujarnya.