IPOL.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) mulai menggelar sidang perdana gugatan perselisihan hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) pada Rabu, 27 Maret 2024. Wakil Ketua MPR Dr. H.M. Hidayat Nur Wahid, MA, mengharapkan dalam semangat bulan suci Ramadhan ini para hakim MK menjadikannya sebagai momentum buktikan kenegarawanan, sebagaimana ketentuan Konstitusi, dan karena itu berani menegakkan hukum berbasiskan kebenaran dan keadilan. Inilah kesempatan mengembalikan marwah MK, kedaulatan rakyat, demokrasi, dan kepercayaan rakyat terhadap Pemilu.
“Saya berharap sidang gugatan hasil Pilpres yang digelar masih di bulan suci Ramadhan ini bisa menyemangati hakim MK untuk berani tampil sebagai hakim yang benar-benar mengedepankan kenegarawanan, dan karenanya berani untuk menegakkan kebenaran dan keadilan,” kata Hidayat Nur Wahid usai buka puasa bersama dengan DPD Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jakarta Selatan, di rumah kediamannya di Kemang, Jakarta Selatan, Selasa (26/3/2024).
HNW, sapaan Hidayat Nur Wahid, berharap para hakim MK yang sebagian besar muslim itu teringat hadis Rasulullah SAW yang mengatakan bahwa hakim itu ada tiga, yaitu dua di neraka dan hanya satu di surga. Hakim yang berada di neraka adalah hakim yang mengetahui kebenaran tetapi menjatuhkan hukuman tidak sesuai dengan kebenaran, dan hakim yang tidak tahu kebenaran karenanya menjatuhkan hukum dengan tidak benar. Sedangkan hakim yang berada di surga hanya satu jenis yaitu hakim yang mengetahui kebenaran dan berani menjatuhkan hukuman sesuai dengan kebenaran itu.
Terkait gugatan Pilpres ini, HNW mengatakan publik memang berharap agar MK betul-betul hadir sebagai lembaga negara yang hakim-hakimnya adalah negarawawan, karenanya harus berani memberikan putusan yang adil dan benar. “Ukurannya adalah sangat jelas yaitu konstitusi dan undang-undang. Konstitusi menjadi rujukan utama. Dalam hal Pemilu, ketentuannya sudah sangat jelas, yaitu Pasal 22 E ayat 1, yaitu Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil,” papar Wakil Ketua MPR dari Fraksi PKS ini.
HNW menguraikan bebas di antaranya lepas dari cawe-cawe, intervensi, pengarahan, money politic, dan gelontoran bansos. Sedangkan jujur artinya apa adanya yaitu tidak ada penggelembungan suara dan kecurangan. Adil dalam arti ketentuan tidak hanya berlaku pada satu calon tetapi juga pada semua calon. “Jadi ketentuan konstitusional untuk Pemilu ukurannya sangat jelas, yaitu Pasal 22 E ayat 1 UUD NRI Tahun 1945. Ini merupakan kesempatan untuk mengembalikan kedaulatan rakyat. Jangan sampai kedaulatan rakyat yang dijamin oleh Konstitusi itu dikalahkan oleh money politic, ketidakjujuran, kecurangan, manipuasi, dan gelontoran bansos,” imbuhnya.
“Saya berharap MK independen, agar MK betul-betul bisa mengembalikan marwah MK, mengembalikan kedaulatan konstitusi dan mengalahkan kedaulatan politik. Para hakim MK tentu juga masih ingat bahwa MK sudah beberapa kali menganulir hasil Pilkada karena dianggap bermasalah. Di beberapa negara, MK setempat malah juga banyak yang menganulir hasil Pilpres,” sambungnya.
HNW menambahkan MK adalah satu-satunya lembaga negara yang para hakimnya disyaratkan menjadi negarawan. Negarawan artinya berani menegakan kebenaran dan keadilan. Dalam beberapa putusan terakhir, MK sudah membuktikan hal itu. Misalnya, MK menolak pelaksanaan Pilkada diajukan dari November ke September 2024, padahal DPR bersama pemerintah sudah menyetujui pengajuan jadwal Pilkada itu. MK menolak jadwal pelaksanaan Pilkada dimajukan, dan kembali ke jadwal semua. Kemudian putusan MK yang membatalkan Pasal 14-15 UU Nomor1/1946 terkait penyebaran berita bohong yang menimbulkan kerusuhan. “Intinya hakim MK berani mengembalikan marwah MK untuk dipercayai rakyat. Inilah momentumnya,” katanya.
HNW menyebut sidang gugatan perselisihan hasil Pemilu ini merupakan kesempatan bagi MK mengembalikan marwah MK, kedaulatan rakyat, demokrasi, dan marwah untuk mengembalikan kepercayaan pada mekanisme Pemilu di Indonesia. “MK sebagai pengawal dan benteng konstitusi hendaknya berani untuk tampil ke depan mengembalikan marwah konstitusi, reformasi termasuk demokrasi, agar ke depan rakyat tetap percaya dan tertarik mengikuti Pemilu. Sebab, dengan Pemilu yang terlaksana dengan baik dan benar sesuai koridor Konstitusi, rakyat bisa menghadirkan pemimpin dan wakil rakyat yang lebih baik, yang bisa menjaga kedaulatan NKRI, dan mewujudkan cita-cita Proklamasi dan reformasi,” pungkasnya. (sol)