IPOL.ID – Kementerian Perhubungan diminta membenahi Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta menyusul kasus taruna Putu Satria Ananta Rustika (19) yang tewas diduga dianiaya seniornya.
Informasi yang dihimpun, Putu merupakan Taruna tingkat 1 STIP Jakarta menjadi korban perpeloncoan kakak kelasnya, Tegar Rafi Sanjaya karena motif budaya senioritas pada Jumat (3/5) lalu.
Kuasa hukum keluarga Putu, Tumbur Aritonang meminta Kementerian Perhubungan selaku pihak yang menaungi STIP Jakarta melakukan pengawasan agar tidak terjadi kasus serupa.
“Kalau saya berharap untuk Kementerian Perhubungan dan pemerintah pusat cobalah dimonitor itu STIP,” ujar Tumbur pada awak media di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, Sabtu (4/5) lalu.
Peningkatan pengawasan perlu dilakukan karena kasus perpeloncoan maut dilakukan senior terhadap junior di lingkungan STIP Jakarta bukan kali pertama terjadi.
Pada 2014 Taruna STIP Jakarta yakni Dimas Dikita Handoko tewas di tangan seniornya, lalu pada Tahun 2017 Taruna STIP Jakarta atas nama Amirullah Adityas Putra tewas dianiaya senior.
Kini kasus perpeloncoan maut dilakukan senior terhadap juniornya kembali terjadi di lingkungan STIP Jakarta, sehingga pengawasan pada lembaga pendidikan tersebut sangat dipertanyakan.
“Gimana sih kesehariannya, kan kita enggak pernah ada yang tahu. Coba dimonitor, jangan-jangan banyak yang dipukulin, meninggal. Semua orang enggak tahu kan kekuatan fisiknya,” bebernya.
Tumbur menegaskan, STIP Jakarta sebagai lembaga pendidikan tempat para orangtua menitipkan anak patutnya berbenah agar tidak ada korban perpeloncoan serupa di kemudian hari.
Kasus perpeloncoan maut, sambungnya, sebagaimana dialami Putu membuat para orangtua khawatir terhadap nasib anak-anak yang kini masih melanjutkan proses pendidikan di STIP Jakarta.
“Jadi STIP berbenah. Kemarin (STIP Jakarta) bilang kami sudah menghapus itu semua segala macam. Kalau hanya sekadar peraturan tertulis, atau lip service enggak akan berubah,” tukasnya.
Dalam kasus Putu di STIP Jakarta diduga melakukan kelalaian karena penganiayaan terjadi di dalam lingkungan sekolah yaitu toilet laki-laki tempat korban dianiaya.
Tumbur menambahkan, meski STIP Jakarta tidak mungkin memasang CCTV di dalam toilet, tapi luputnya perpeloncoan dialami Putu hingga mengakibatkan korban tewas patutnya tak terjadi.
“Saya sih dengar waktu itu (Tahun 2017) DPR rekomendasi STIP ditutup ya. Cuma mungkin maksudnya bolehlah ditegur-tegur dulu. Maksudnya kenapa ada kejadian kayak gini lagi,” tutup Tumbur. (Joesvicar Iqbal)