“Peraturan ini sudah sangat bagus disusun oleh Kemen ATR/BPN, namun terdapat beberapa potensi kendala yang muncul saat diimplementasikan di daerah, terutama terkait kemampuan dan kesediaan Pemda untuk mendukung pelaksanaan peraturan ini,” kata Janedjri.
“Tugas kita bagaimana Permen ATR dapat diimplementasikan segera mungkin. Diperlukan sinergi Kemen ATR dengan Pemda baik Provinsi dan Kab/Kota melalui koordinasi lintas K/L/Pemda, termasuk melibatkan Kemendagri,” sambungnya.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yance Arizona menyebutkan bahwa Permen ini memberikan opsi bentuk akhir untuk pencatatan tanah ulayat agar tidak ada simplifikasi terhadap kompleksitas penguasaan tanah ulayat di masyarakat hukum adat. “Sehingga bisa jadi , tidak semua tanah ulayat harus berakhir dengan pendaftaran sebagai Hak Pengelolaan,” katanya.
Guru Besar Hukum Tata Negara UII, Ni’matul Huda juga menjelaskan beberapa permasalahan penetapan tanah ulayat utamanya bagi Pemerintah Daerah. Di Provinsi tertentu misalnya, Gubernur selaku wakil pemerintah pusat yang mengatur sumberdaya pemerintahan di daerah. Meski demikian, tidak serta merta dapat menetapkan tanah ulayat, karena letaknya di Kabupaten/Kota, kecuali memang tanahnya lintas Kabupaten/Kota.