IPOL.ID – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti kasus dugaan anak SMP menyodomi anak SD di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) dan Edufarm di wilayah Jakarta Timur, pada Jumat (19/7/2024).
Yaitu persoalan mencuatnya kasus dugaan remaja laki-laki berusia sekitar 13 diduga menyodomi anak laki-laki berusia sekitar 8 tahun di RPTRA dan Edufarm yang terungkap pada Senin (15/7/2024) lalu.
Komisioner KPAI, Dian Sasmita menuturkan, Pemkot Jakarta Timur patutnya dapat meningkatkan pengawasan di ruang publik untuk mencegah kasus kekerasan anak.
“Melihat lokasi kejadian itu perlu sekali pemerintah kota meningkatan pengamanan anak-anak di berbagai ruang pubik,” tegas Dian saat dikonfirmasi awak media di Jakarta Timur, Jumat (19/7/2024).
Pemasangan CCTV menjadi hal mutlak dilakukan Pemkot Jakarta Timur pada ruang publik, khususnya seperti RPTRA yang kerap digunakan anak-anak untuk bermain.
CCTV juga dapat memudahkan pengawasan bila pada lokasi tidak terdapat petugas jaga yang melekat, dan rekaman CCTV pun dapat menjadi barang bukti untuk proses hukum.
Dalam hal ini, KPAI pun meminta Pemkot Jakarta Timur untuk dapat meningkatkan upaya edukasi, guna mencegah kasus kekerasan terhadap anak, baik melalui sosialisasi ke orangtua maupun anak.
“Papan informasi pencegahan kerasaan anak. Termasuk informasi di mana bisa akses bantuan atau melapor. Edukasi terus menerus harus dilakukan. Jangan hanya ketika ada kasus,” tandas Dian.
Terkait kasus, menurut KPAI, penyelesaian kasus secara kekeluargaan tidak tepat, karena anak pelaku dan korban justru menjadi tidak mendapat pendampingan psikologis untuk pemulihan.
Dian menekankan, dalam penanganan kasus kekerasan terhadap anak patutnya ditangani secara hukum sesuai mekanisme Sistem Peradilan Pidana Anak, tidak kekeluargaan.
“Perlu didorong untuk masuk dalam sistem peradilan pidana anak. Anak korban, saksi, dan anak konflik hukum harus dapat dukungan pendampingan,” imbuh Dian.
Pendampingan psikologis tersebut guna memastikan penyebab anak pelaku melakukan kekerasan seksual, dan mencegah dia kembali melakukan tindakan serupa.
Sedangkan bagi anak korban dan saksi melihat kejadian pendampingan psikologis perlu agar mereka dapat pulih dari trauma, dan di masa mendatang tidak berubah menjadi pelaku kekerasan.
Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pun sudah diatur pendampingan bagi anak pelaku, korban, dan saksi melalui pembingbing kemasyarakatan (PK) Bapas.
“Pendambingan hukum dan dukungan rehabilitasi psikososial diberikan lembaga layanan. Di SPPA mewajibkan kehadiran PK Bapas dan Peksos (pekerja sosial) selama proses hukum,” tukas Dian.
Sebelumnya, remaja SMP berusia sekitar 13 tahun diduga menyodomi anak SD pada satu Edufarm atau lahan pertanian untuk program ketahanan pangan Pemkot Jakarta Timur.
Dugaan tindak sodomi tersebut kali pertama diketahui saat sejumlah anak-anak yang sedang bermain di Edufarm mendapati korban disodomi di sebuah saung bambu pada Senin (15/7/2024) sore.
Selain di Edufarm, warga menduga anak pelaku yang sama juga pernah melakukan tindak sodomi terhadap sejumlah anak lain di area RPTRA tidak jauh dengan lahan Edufarm.
Karena beberapa waktu sebelum kejadian warga pernah mendapati seorang anak laki-laki lain berusia sekitar 4 tahun keluar dari RPTRA dalam keadaan menangis dan celana terbuka.
Hanya saja kasus tindak sodomi tidak berlanjut di ranah pidana, karena usai kejadian pihak keluarga korban sepakat tidak menempuh jalur hukum atas kasus menimpa anaknya. (Joesvicar Iqbal)