IPOL.ID – Konsep Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) telah memicu berbagai kritikan. Para kritikus menilai bahwa pemaksaan kalender Hijriah yang seragam secara global bertentangan dengan prinsip ilmiah dan praktik rukyat.
Menurut mereka, penerapan KHGT bisa menyebabkan beberapa wilayah harus memasuki bulan baru meskipun hilal belum terlihat. Sementara wilayah lain harus menunggu hari berikutnya meskipun hilal sudah terlihat sehari sebelumnya.
Salah satu kekhawatiran utama para pengkritik adalah potensi terjadinya bulan baru di suatu kawasan padahal hilal masih di bawah ufuk. Nabi Muhammad SAW mengajarkan agar “liru’yatihi atau melihat hilal” sebagai tanda masuknya bulan baru. Jika hilal masih di bawah ufuk, maka mustahil hilal dapat dilihat, sehingga memaksakan penerapan bulan baru dalam kondisi tersebut dianggap tidak sesuai dengan sunnah.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Syamsul Anwar, menanggapi kritik tersebut dengan menegaskan bahwa KHGT harus memenuhi dua syarat fundamental. Pertama, tidak boleh menunda suatu wilayah memasuki bulan baru jika sudah memenuhi syarat imkanu rukyat (5-8) di mana pun di permukaan bumi. Kedua, tidak boleh memaksa suatu wilayah memasuki bulan baru jika belum terjadi konjungsi.