IPOL.ID – Penggusuran yang terjadi di sejumlah daerah serta makin tersingkirkan masyarakat pribumi dari tanah pertiwi dinilai tidak terlepas dari peran negara dalam mengatur regulasi pertanahan di tanai air.
Munculnya UU Cipta Kerja yang mengatur soal pengelolaan tanah pada 2020 lalu, diyakini bakal menyulitkan masyarakat dan mengeleminir generasi bangsa di masa yang akan datang.
Hal itu yang diungkapkan Ketua Wahana Masyarakat Tani Indonesia (Wamti), Agusdin Pulungan saat Podcast di Si Ipol, terkait Kuasa Tanah Siapa yang Punya?.
“UU Cipta Kerja Terkait dengan pengelolaan tanah harus dihapus atau direset ulang,” ujarnya, Selasa (9/7).
Menurutnya, UU Cipta Kerja No.11 tahun 2020 merupakan antitesis dari UUPA 60 yang menyebutkan pengelolaan tanah diberikan pada rakyat. Sementara, dalam UU Cipta Kerja No.11 tahun 2020 pengelolaan tanah diserahkan pada investor.
“Jika pengelolaan tanah diberikan pada investor maka itu akan mengeleminir masyarakat, dan bahkan berdampak pada generasi muda yang akan datang. Karena investor akan dengan mudah memasukan kelompok kapital dari mana pun untuk mengelola tanah yang diberikan negara. Sementara, kaum papa akan kesulitan dalam mendapatkan tanah mencapai 2 hektar,” ujarnya.
Lebih lanjut, Agusdin mengungkapkan persoalan terbesar dalam pengelolaan tanah berada pada kepatuhan negara pada ideologi Pancasila. Sebab, sambung dia Pancasila mengamanatkan agar negara menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Kenapa persoalan tanah begitu susah, karena tidak ada keadilan dalam upaya penyelesaiannya. Padahal kalau kita menilik kepemimpinan Sukarno, saat itu tanah didistribusikan pada masyarakat sehingga masyarakat bisa bertahan hidup dengan segala kebutuhannya,” tutupnya.(sofian)