Dinda menjelaskan, masyarakat Padukuhan Kulwaru banyak mengalami kendala dalam mengolah limbah kotoran sapi. Padahal daerah ini merupakan salah satu desa dengan pemanfaatan ekonomi pertanian dan peternakan yang tinggi. “Limbah kotoran sapi yang dihasilkan setiap hari belum diproses dengan baik, sehingga menyulitkan warga untuk menjaga lingkungan tetap bersih dan asri,” ujarnya.
Dikutip dari profil Padukuhan Kulwaru, kata Dinda, mayoritas masyarakat sebanyak 80 persen penduduk berprofesi sebagai petani dan peternak. Terdapat berbagai jenis ternak yang dikembangkan di desa ini, seperti sapi, kambing, ayam, lele, nila, gurame, dan lain-lain. Masyarakat juga sudah mengenal tentang pengolahan limbah kotoran sapi berupa pupuk organik. “Sayangnya, solusi tersebut belum cukup untuk mengolah seluruh limbah kotoran sapi yang dihasilkan,” jelasnya.
Menurut perhitungan dari tim mahasiswa, seekor sapi rata-rata bisa menghasilkan 8-10 kilogram kotoran per hari, atau setara dengan 2,6-3,6 ton per tahun. Artinya, kawasan peternakan bisa menghasilkan lebih dari 100 kilogram limbah per hari. Inovasi batako dari kotoran sapi hadir sebagai alternatif baru pengolahan limbah tersebut. Sedangkan untuk produksi batako bawono dapat menyerap sebanyak 61,8 persen kotoran dari total limbah yang dihasilkan setiap hari.