“Membuat orang mau menerima serangga dalam makanan mereka merupakan tantangan. Namun, sebenarnya serangga adalah makanan yang normal. Mari kita lakukan sesuatu untuk mempersiapkan agar konsumen dapat menerimanya,” katanya. “Saya pribadi tidak keberatan memakan serangga.”
Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menganggap serangga sebagai sumber protein berkelanjutan untuk memberi makan populasi global yang diperkirakan akan membengkak hingga 9,7 miliar pada tahun 2050. Masalah ketahanan pangan global akibat cuaca ekstrem dan konflik juga telah meningkatkan minat terhadap nutrisi berkualitas tinggi dan ekonomis yang mampu disediakan oleh serangga.
Di Singapura, semua serangga yang disetujui untuk konsumsi manusia harus dibudidayakan di lingkungan yang terkendali dan tidak dipanen dari alam liar, dan tidak boleh diberi makan kontaminan seperti pupuk kandang atau makanan busuk, menurut badan pangan.
Bersamaan dengan itu, Organisasi Pangan dan Pertanian telah mempromosikan budidaya serangga untuk konsumsi manusia dan pakan ternak, dan ada minat lokal untuk mengimpor serangga, tetapi biaya masih menjadi kendala untuk saat ini. Ng mengatakan, bahwa serangga menyumbang 10% dari biaya di House of Seafood, dan semuanya diimpor.