“Harganya jelas lebih tinggi dari telur,” katanya.
Masih terlalu dini untuk mengatakan apakah serangga akan menjadi ciri khas makanan masyarakat Singapura atau apakah permintaan akan menurun seperti yang terjadi pada produk daging buatan.
Namun, saat ini, sejumlah pengunjung mengatakan mereka senang mencicipi serangga.
“Jika mereka punya sumber protein yang lebih tinggi, kenapa tidak? Saya akan menambahkannya ke dalam menu makan dan asupan makanan sehari-hari saya,” kata Bregria Sim, seorang eksekutif logistik berusia 23 tahun. Seraya menambahkan bahwa ia membayar sekitar S$40 untuk hidangan baru tersebut. (voa/tim)