IPOL.ID – Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja menyebut bahwa isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) masih rawan terjadi dan mengemuka di pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2024.
“Isu-isu krusial saat ini menjadi potensi yang rawan dalam hal keamanan nasional, seperti penggunaan SARA, netralitas ASN, hingga konteks keserentakan pemilu dan pilkada,” kata Rahmat saat FGD ’Telaahan Staf Ahli Bidang Pertahanan dan Keamanan Nasional’ dengan Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) dalam laman Bawaslu yang dipantau di Jakarta, Rabu (25/9/24).
Ia membeberkan, potensi permasalahan itu membuat Bawaslu perlu untuk membahas strategi keamanan nasional dengan Wantannas guna mengantisipasi konflik.
Menurut Rahmat, bila nanti konflik terjadi dan terus memanas, maka berpotensi untuk memecah belah masyarakat Indonesia.
Ditambah lagi, lanjut dia, penyebaran isu sensitif terkait SARA semakin mudah melalui media sosial. “Penggunaan SARA dalam media sosial berdampak buruk hingga ke perpecahan bagi daerah-daerah di Indonesia, khususnya daerah yang rawan seperti Papua dan Madura,” ujar Rahmat.
Ia menambahkan, selain isu SARA, jarak antara pemilu dan pilkada perlu diperhatikan agar lebih partisipatif. Sebab, idealnya tahapan penyelenggaraan pemilu dan pilkada tidak terlalu dekat, sehingga persiapannya juga bisa lebih maksimal.
“Selain isu krusial, semua perlu memperhatikan faktor jarak penyelenggaraan pemilu dan pilkada, seharusnya lebih dari satu tahun mungkin dua tahun agar lebih efektif dan partisipatif,” ungkap dia.
Berdasarkan jadwal tahapan Pilkada 2024, KPU telah menetapkan pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah pada 22 September 2024.
Selanjutnya, pada 25 September hingga 23 November 2024 merupakan masa kampanye bagi para pasangan calon.
Pada 27 November 2024 menjadi hari pemungutan suara Pilkada 2024, serta dilanjutkan dengan penghitungan dan rekapitulasi penghitungan suara hingga 16 Desember 2024. (*)