IPOL.ID- Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum), Asep Nana Mulyana mengabulkan permohonan penghentian proses penuntutan terhadap tersangka kasus dugaan penadahan, Fahrid Ramadhan.
Proses penuntutan kasus tersebut dihentikan berdasarkan mekanisme keadilan restoratif atau restorative justice yang dimohonkan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Konawe.
“Setelah (restorative justice) dikabulkan, Jampidum memerintahkan penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan kepada Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari)/Kepala Cabang Kejaksaan Negeri (Kacabjari),” kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Harli Siregar di Jakarta, Senin (21/10/2024).
Fahrid Ramadhan telah ditetapkan tersangka setelah diduga membeli barang hasil curian berupa satu unit kendaraan sepeda motor merk Yamaha Vega RR warna hitam. Belakangan diketahui, sepeda motor yang dibelinya tersebut merupakan milik Tarsan alias Mono yang merupakan korban pencurian kendaraan bermotor (curanmor).
Setelah kejadian tepatnya pada Kamis (25/7/2024), anak korban bernama Wahyu, melihat postingan grup whatsapp tempat kerjanya. Dalam postingan, ipar dari tersangka atas nama Alpandi menawarkan/menjual motor yang mirip milik korban dengan harga Rp 3 juta.
“Melihat postingan tersebut, kemudian anak korban (Wahyu) menghubungi saudara Alpandi untuk memastikan motor milik korban tersebut dan bertemu tersangka Fahrid Ramadhan alias Fahrid bin Niko yang mengaku mendapatkan motor tersebut dengan tukar tambah dengan orang lain,” ungkap Harli.
Fahrid pun akhirnya ditetapkan tersangka karena dianggap melanggar Pasal 480 KUHP tentang Penadahan. Namun kasus tersebut telah mendapatkan perhatian setelah tahap dua atau dilimpahkan dari penyidik kepada Jaksa, dalam hal ini ke Kejari Konawe.
Kepala Kejaksaan Negeri Konawe Musafir dan Kasi Pidum Tubagus Ankie yang mengetahui kasus posisi tersebut kemudian menginisiasikan penyelesaian perkara ini dengan mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Fahrid mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban. Setelah itu, korban menerima permintaan maaf dari tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh tersangka dihentikan.
“Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Konawe mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara Hendro Dewanto,” pungkas Harli. (Yudha Krastawan)