“Standardisasi kemasan tembakau bukanlah sekadar mengubah tampilan kemasan, melainkan strategi berbasis bukti untuk menurunkan daya tarik produk tembakau bagi kaum muda. Sayangnya, industri tembakau sering menyebarkan misinformasi bahwa kebijakan ini akan merugikan pedagang ritel dan meningkatkan rokok ilegal, padahal terbukti di berbagai negara kebijakan ini tidak ada hubungannya dengan penurunan pendapatan ritel dan peningkatan rokok ilegal,” tegasnya.
Bigwanto menambahkan, selama ini kemasan rokok sering dijadikan alat promosi oleh industri, dijadikan mini billboard. Bahkan, kemasan bagian dalam juga tidak luput dari promosi industri. Karena itu, RUKKI mendukung penuh rencana pemerintah dalam menerapkan kebijakan kemasan rokok standar sesuai amanat PP Kesehatan No 28 Tahun 2024.
“Kebijakan tersebut adalah bagian dari upaya lebih luas untuk melindungi generasi muda dari bahaya yang disebabkan produk tembakau bagi kesehatan”.
Sementara, Sekretaris Jenderal Forum Warga Kota (FAKTA) Indonesia, Tubagus Haryo Karbyanto menambahkan, kilas balik mengenai upaya Australia di WTO dalam menghadapi gugatan 4 industri rokok di dalam negeri (British American Tobacco, Philip Morris, Imperial Tobacco, dan Japan Tobacco International) serta 5 negara yaitu Ukraina, Honduras, Republik Dominika, Kuba, dan Indonesia membawa kasus ini ke WTO.