“Pada waktu itu, negara-negara yang menggugat, termasuk Indonesia, berpendapat bahwa kebijakan kemasan standar/polos melanggar hak atas kekayaan intelektual dan menghambat perdagangan bebas. Namun, WTO memutuskan bahwa kebijakan Australia sah dan sejalan dengan tujuan kesehatan masyarakat untuk melindungi warga dari bahaya tembakau,” ungkap Tubagus.
Pelanggaran hak kekayaan intelektual terjadi ketika ada pihak lain menggunakan logo atau merek yang sudah didaftarkan. Penerapan kebijakan kemasan standar/polos tidak berarti pemerintah mengambil alih kekayaan intelektual milik industri.
Industri masih memiliki hak penuh atas logo dan merek mereka daftarkan, hanya saja tidak dapat digunakan sebagai alat pemasaran pada kemasan rokok.
Lebih jauh, Tubagus menjelaskan bahwa kemenangan itu membuka jalan bagi negara-negara lain untuk mengadopsi kebijakan serupa tanpa khawatir menghadapi tantangan hukum internasional.
“Keputusan WTO menggarisbawahi pentingnya mempertahankan kebijakan kesehatan publik di atas kepentingan komersial,” tukasnya.