“Ada risiko nyata bahwa proyek tersebut dapat memicu kebencian baru dari OPM [Organisasi Papua Merdeka-Gerakan Papua Merdeka], yang mungkin melihatnya sebagai bukti lebih lanjut tentang ketidaksetaraan, ketidakadilan, dan kerusakan lingkungan yang dihadapi oleh orang Papua,” kata Luthfi kepada BenarNews, media yang berafiliasi dengan Radio Free Asia (RFA).
Pembenaran atas peran militer dalam proyek Merauke, kata Luthfi, didasarkan pada konsep ketahanan pangan yang diuraikan dalam Buku Putih Pertahanan Indonesia tahun 2015.
Para perwira di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat merasakan ancaman keamanan dari kemungkinan kekurangan pangan di masa mendatang yang disebabkan oleh perubahan iklim dan pertumbuhan populasi, kata Luthfi. Namun, Buku Putih tersebut juga mengatakan upaya ketahanan pangan harus dipimpin oleh kementerian sipil.
Hipolitus Wangge, seorang peneliti di Universitas Nasional Australia, mengatakan militer membungkam ketidakpuasan warga Papua terkait program yang gagal dekade lalu untuk menjadikan Merauke sebagai pusat produksi pangan utama.