Ia juga menyoroti peran pemerintah Indonesia dalam menanggapi perkembangan ini, termasuk pertemuan di atas KRI Imam Bonjol pada 2016. Namun, munculnya poin kesembilan dalam Joint Statement terbaru dengan China memunculkan pertanyaan mengenai apakah Indonesia secara tidak langsung mulai mengakui klaim tersebut, meskipun telah diklarifikasi oleh Kementerian Luar Negeri.
Dalam konteks investasi, Hikmahanto mengingatkan bahwa investasi senilai Rp157 triliun yang dibawa oleh Presiden Prabowo Subianto dari China harus dipastikan tidak mempengaruhi sikap tegas Indonesia dalam isu kedaulatan.
Sementara itu, Akademisi Hubungan Internasional dari Universitas Paramadina, Peni Hanggarini memandang, hubungan bilateral Indonesia-China memiliki banyak capaian positif, terutama dalam sektor ekonomi. Ia menyoroti bahwa China adalah investor asing terbesar kedua di Indonesia setelah Singapura, dengan total perdagangan bilateral mencapai USD139 miliar hingga Maret 2023.
“Kerja sama Indonesia-China telah menghasilkan manfaat signifikan. Namun, kesetaraan dalam pengaruh dan keuntungan masih perlu ditinjau lebih dalam. Apakah kepentingan kedua negara sudah seimbang? Ini adalah pertanyaan yang harus kita jawab,” jelas Peni.