“Masalah tanah adat atau ulayat menjadi isu krusial yang hampir dihadapi di seluruh Indonesia. Pemilik atau komunitas adat memiliki kemampuan dan kekuatan asimetris berhadapan dengan kepentingan pembangunan dan sektor swasta atau pelaku ekonomi,” ucap dia.
Adriana juga menyoroti munculnya isu baru yang semakin relevan, yaitu konflik antara ethno-development dan ethnocide di mana pembangunan kerap menggusur etnis setempat.
“Pembangunan sering kali tidak sensitif terhadap eksistensi etnis lokal, tidak hanya dalam aspek fisik, tetapi juga dalam sudut pandang masyarakat adat,” ungkap Adriana, seraya mengkritik soal permintaan tambahan anggaran oleh Pigai.
Menurut Adriana, jika mengajukan anggaran atau kebijakan terkait HAM, sebaiknya menyampaikan rencana mengenai langkah-langkah perbaikan yang akan dilakukan, potensi kegagalan yang mungkin dihadapi, serta cara untuk mengatasi masalah tersebut.
“Ini masalah politik anggaran, ada proses tawar-menawar. Seharusnya sampaikan hal-hal yang akan diperbaiki, bagaimana caranya, dan potensi kegagalan, baru sampaikan jumlah yang diperlukan,” ucap dia.