IPOL.ID – Selama periode Januari – September 2024, nilai ekspor sayuran bubuk mengalami peningkatan signifikan sebesar 90,74 persen menjadi USD 13,75 juta (dari USD 7,21 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya) dengan volume yang juga meningkat 169,41 persen dari 1.610 ton menjadi 4.350 ton. Sebagian besar produk yang diekspor adalah campuran sayuran yang mencakup sayuran bubuk kelor.
Peningkatan kumulatif tertinggi nilai ekspor terjadi ke Tiongkok (naik USD 7,39 juta), Thailand (naik USD 110,54ribu), Arab Saudi (naik USD 71,01 ribu), Jepang (naik USD 46,09 ribu), dan Malaysia (naikUSD 35,08 ribu); menunjukkan bahwa pasar untuk produk sayuran bubuk, termasuk produk berbasis kelor, memiliki prospek yang sangat cerah.
Tingginya permintaan pasar untuk produk berbasis kelor, mendorong Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) untuk mengembangkan potensi ekspor daun kelor, baik dalambentuk Coaching Program for New Exporter (CPNE) dan Desa Devisa. Salah satu alumni CPNE yang berhasil mengekspor produk olahan kelor adalah PT Keloria Moringa Jaya.
Produk kelor yang dikenal sebagai superfood atau memiliki banyak manfaat kesehatan inimampu menembus pasar internasional berkat bimbingan intensif dan pendampingan dariLPEI. Program CPNE LPEI berfokus pada pembekalan keterampilan ekspor, pemahamantentang regulasi pasar global, dan strategi pemasaran yang tepat.
“LPEI memberikan pelatihan yang sangat berharga bagi kami, mulai dari cara mencari pembeli, menentukankode HS produk, hingga menghitung biaya ekspor untuk menghindari kerugian. Selain itu, kami diajari cara membuat company profile dan e-katalog yang efektif untuk menawarkanproduk kami kepada pembeli di luar negeri,” ucap Fachrul Rozi Lubis, pemilik PT Keloria Moringa Jaya.
Produk pertama yang diekspor adalah tepung kelor, yang dikirimkan ke Australia pada awaltahun 2021. Pengiriman pertama tersebut seberat 20 kg dalam satu koli. Kini, mereka bisamengirimkan hingga 300 kg dalam satu pengiriman, dengan frekuensi pengiriman antarasatu hingga tiga kali dalam sebulan. Pendapatan yang diperoleh dari ekspor mencapai sekitar USD 5,400 per bulan.
Lebih dari 75 persen dari total penjualan produk Keloria Moringa saat ini berasal dari pasarekspor, sementara sisanya 25 persen ditujukan untuk pasar lokal. Produk tepung kelor ini jugadigunakan di luar negeri sebagai campuran jamu dan bumbu masakan.
LPEI juga membina Desa Devisa Daun Kelor yang turut mengembangkan produk kelor sebagai komoditas unggulan. Desa Devisa ini semakin maju berkat program pendampingan yang mencakup peningkatan kapasitas produksi dan pemasaran, yang menjadikan produkkelor lokal dikenal lebih luas di luar negeri.
Desa yang terletak di Kecamatan Batang-Batang, Kabupaten Sumenep, Madura ini telah menerima pendampingan khusus dari LPEI seperti pendampingan sertifikasi organik, yang memungkinkan produk daun kelor mereka untuk menembus pasar Amerika, Eropa, dan Australia. Dengan peningkatan kapasitas produksi yang signifikan, desa ini sekarang dapat memproduksi dalam bentuk bubuk daun kelor dari 500 kg per hari menjadi 1,5 ton per hari, serta mengalami efisiensi biaya produksi sebesar Rp14.400/kg.
Saat ini, kapasitas produksi kelor desa tersebut mencapai 12 ton/bulan dalam bentuk bubuk dan 20 ton/bulan untuk daun kering. Sekitar 90 persen dari produk daun kelor tersebut diekspor langsung ke luar negeri, terutama ke Malaysia.
Produk kelor dari Sumenep yang kaya nutrisisangat diminati pasar internasional, karena tidak hanya digunakan untuk makanan dan obat-obatan, tetapi juga kosmetik dan pakan ternak. Daun kelor yang dihasilkan dianggap memiliki kualitas tinggi, sehingga menambah daya jual di pasar global.
Peran LPEI di Desa Devisa Daun Kelor juga berkontribusi pada pemberian alat pengeringdan mesin tepung yang membantu meningkatkan produksi. Dengan kolaborasi yang kuatantara LPEI dan lembaga pendamping PT AGRO DIPA SUMEKAR, kini lebih dari 1.700 petani di 9 desa lokal terlibat dalam produksi daun kelor dan berhasil meningkatkan kesejahteraan warga sekitar. Keberhasilan ini dicapai dengan kemampuan tanaman kelor yang dapat dipanen dalam waktu hanya tiga bulan untuk diambil daunnya, dengan setiappohon dapat menghasilkan 1 kg – 2 kg daun kelor basah.
“Setelah mendapatkan pendampingan dari LPEI dan menjadi Desa Devisa, usaha kami menjadi lebih tertata dan terstruktur. LPEI tidak hanya memberikan pelatihan peningkatankualitas dan kapasitas produk, tetapi juga pelatihan manajemen keuangan dan pembukuan,” ungkap Heri Siswanto, pemilik PT AGRO DIPA SUMEKAR.
Kepala Divisi SMEs Advisory Services LPEI, Maria Sidabutar mengatakan melalui program-program ini, LPEI tidak hanya memberikan pendampingan tetapi juga memperkuat kapabilitas UKM dan desa-desa potensi di Indonesia untuk memanfaatkan peluang eksporyang lebih besar.
“LPEI berharap melalui upaya ini, semakin banyak pelaku usaha dariberbagai sektor dapat berani mendunia dan meningkatkan daya saing produk Indonesia dikancah global,” harap Maria. (Yudha Krastawan)