IPOL.ID – Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar, Mukhamad Misbakhun, mengkritik sikap PDI Perjuangan terkait kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025.
Misbakhun menyebut PDIP bersikap mencla-mencle dan “tinggal glanggang colong playu” lantaran dianggap berbalik arah setelah sebelumnya ikut serta dalam pembahasan dan pengesahan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Sikap politik mencla-mencle PDI Perjuangan seperti ini harus diketahui oleh semua rakyat Indonesia banyak. Ketika berkuasa berkata apa, ketika tidak menjadi bagian dari kekuasaan seakan-akan paling depan menyuarakan kepentingan rakyat. Berpolitiklah secara elegan,” katanya dalam keterangan tertulis, Senin (23/12).
Kritik tersebut dilontarkan sebagai respons terhadap sikap PDIP yang menyuarakan pembatalan kenaikan PPN 12 persen. Misbakhun menuding PDIP “tinggal glanggang colong playu” atau lari dari tanggung jawab.
“Untuk itu, kalau saat ini ada upaya politik balik arah dari PDI Perjuangan dengan melakukan upaya penolakan itu berarti mereka mau tinggal glanggang colong playu,” ucapnya.
Misbakhun kemudian memaparkan peran PDIP dalam kebijakan kenaikan PPN pada Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang bergulir pada periode kepemimpinan DPR sebelumnya.
Ia mengungkapkan bahwa dirinya turut menjadi anggota Panitia Kerja (Panja) RUU HPP dan menyaksikan langsung dinamika pembahasan kenaikan tarif PPN.
“Mereka terlibat dalam proses politik pembuatan undang-undang itu, bahkan kader PDI Perjuangan Dolfie OFP (Dolfie Othniel Frederic Palit) menjadi Ketua Panja RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) saat pertama kali RUU itu diberikan nama, lalu berubah disetujui menjadi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP),” bebernya.
Oleh karena itu, Misbakhun menilai PDIP tidak seharusnya “cuci tangan” dari kebijakan ini, mengingat semuanya telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang HPP yang disahkan pada Oktober 2021.
“Tidak selayaknya PDI Perjuangan membuat langkah-langkah politik cuci tangan seakan-akan mereka tidak terlibat dalam proses politik ketika membahas UU HPP yang menentukan kenaikan tarif PPN secara bertahap dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022 dan naik lagi menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 nanti,” paparnya.
Lebih lanjut, Misbakhun membandingkan sikap Fraksi Golkar yang saat pembahasan RUU HPP justru mengusulkan penurunan tarif pajak untuk UMKM menjadi 0,5 persen.
Ia bahkan mengklaim Fraksi Golkar sempat dilibatkan karena dianggap terlalu kritis dalam pembahasan RUU HPP.
“Fraksi Partai Golkar justru sempat tidak dilibatkan pada beberapa pertemuan lobi dalam pembahasan RUU tersebut karena dianggap terlalu memberikan banyak pembahasan dan argumentasi yang bersifat kritis atas beberapa isu penting dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM),” ungkapnya.
Misbakhun menilai penerapan kenaikan PPN adalah konsekuensi yang harus dijalankan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sesuai amanat undang-undang.
“Sebagai presiden yang dipilih rakyat untuk periode 2024–2029, Bapak Presiden Prabowo bersumpah harus menjalankan konstitusi negara dan menjalankan undang-undang dengan selurus-lurusnya,” katanya.
Namun, Misbakhun juga melihat adanya moderasi politik yang bijaksana dari Presiden Prabowo dengan memberlakukan kenaikan PPN 12 persen terhadap barang-barang mewah.
“Bahwa amanat undang-undang tetap dijalankan dengan memperhatikan semua aspirasi masyarakat dan dunia usaha soal situasi ekonomi terkini yang memang membutuhkan banyak insentif dari negara. Untuk itu, Partai Golkar selalu memberikan dukungan kepada setiap arahan dan langkah politik dari Bapak Presiden Prabowo untuk diikuti dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya,” tutupnya. (far)